Selasa, 26 Januari 2016

STRATEGI MARKETING MAKANAN HALAL DALAM UKM MAKANAN DI INDONESIA



DAFTAR ISI



Halaman Judul  ………………………………………………………………………....    i
Kata Pengantar  ……………………………………………………..…………………..    ii
Daftar Isi           ………………………………………………………………..………..    iii
BAB I        PENDAHULUAN                  ………………………………………….…    1
            1.1        Latar Belakang              ………………………………………….…    1
            1.2        Rumusan Masalah         ….……..……………………...………....     2
                        1.3        Tujuan Penelitian           ….……………………………………….     2
BAB II       LANDASAN TEORI  ……………………………………………………..     4
            2.1        Pengertian Pemasaran   ………..……………………….…………     3         
            2.2        Pengertian Pemasaran Syariah   …………………………………      3
            2.3        Dasar Pemasaran Syariah          ……………………..…...……..     3
            2.4        Konsep Pemasaran        ……………………………………...……     3
            2.5        Kriteria suatu produk makanan yang memenuhi syarat kehalalan   4
            2.6        Masa berlaku sertifikat halal       …………………………………      5
            2.7        Prosedur perpanjangan sertifikat halal      ………………………...    5
BAB III      PEMBAHASAN        …………………………………………………….      6
            3.1        Kemampuan Pemasaran UKM    …………………………………      6
            3.2        Strategi Pemasaran UKM Makanan Halal      …………………...    7
            3..3       Etika Profesional Sebagai Pengusaha Islam     ….……………..     7         
            3.4        Falsafah Tauhid Memberikan Misi yang Jelas Dalam Bisnis…..     7
            3.5        Falsafah Tauhid Membentuk Etika Dalam Bisnis  ……………...     8
            3.6        Panduan Strategi Pemasaran      …………………………………      11
BAB IV      REKOMENDASI       ………………………………………………….…      14
            4.1        Perkembangan Produk Makanan Halal    ………………………       14
            4.2        Kontribusi Ekonomi Global          ……………………………..          14
            4.3        Bisnis Global     …………………………………………………          15
            4.4        Tantangan ke Depan      ……………………………………….          15
            4.5        Perkembangan Produk  Halal Dunia dan beberapa Negara …        16
            4.6        Tiga Alasan Utama mengapa Produk Halal diminati    ……..         17
            4.7        Bagaimana Peluang pasar bagi Indonesia? …………………           18
            4.8        Bagaimana Untuk Meningkatkan Ekspor Produk Halal  ……         18
            4.9        Pengawasan Makanan Halal       ……………………………..          19
DAFTAR PUSTAKA      …………………………………………………………..           22
LAMPIRAN       ……………………………………………………………….……           23



BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia sekarang termasuk negara Islam yang dihormati dan dipandang tinggi oleh negara Islam yang lain. Ini karena hukum-hukum islam yang mulai diterapkan di berbagai bidang di Indonesia. Perkembangan dalam perdagangan makanan juga tidak ketinggalan, makanan dengan Label Halal mulai dilirik oleh seluruh orang baik muslim maupun non muslim. industri makanan halal di Indonesia menunjukkan potensi yang besar dari segi peningkatan keuntungan melalui peluang bisnis yang dapat ditelusuri dalam pasar produk halal ini. Selain itu, kini permintaan terhadap pasar makanan halal yang diperkirakan meningkat menyusul peningkatan jumlah penduduk yang semakin besar mencapai 255 juta jiwa pada tahun 2015 ini. Dengan komposisi 85% penduduk muslim atau sekitar 216 juta penduduk muslim. (Suryodiningrat, Meidyatama (2006-10-02). "Who Are Indonesians?". The Jakarta Post) . Ini juga didasarkan pada peningkatan jumlah pengguna produk dan makanan halal yang tidak hanya diminati umat muslim saja. Produk Halal yang sudah pasti menyehatkan diminati semua orang tanpa memandang agama apapun.
Tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang mencapai di atas enam persen (6,5%), membuat potensi sektor UKM (Usaha Kecil Menengah) masih relatif tinggi di Indonesia. Berbicara mengenai pemasaran UKM, menurut salah satu penelitian pada perguruan tinggi di Inggris ternyata pemasaran UKM cenderung terjadi secara spontan, apa adanya dan tidak terarah. Salah satu alasannya adalah karena model perencanaan strategi pemasaran UKM adalah lebih fleksibel dan tidak terlalu pusing dengan perencanaan yang berbelit-belit (Parrot, 2010).
Untuk skala bisnis kecil seperti UKM tentunya memiliki strategi pemasaran yang berbeda dengan perusahaan besar. UKM biasanya memiliki budget pemasaran yang terbatas, sehingga diperlukan kreatifitas untuk menemukan cara yang efektif dalam memasarkan produk atau jasa dengan biaya pemasaran yang rendah atau bahkan tidak memerlukan biaya
Berkembangnya Industri Kreatif di Indonesia membuat munculnya banyak UKM makanan baru yang muncul, UKM ini rata-rata dimiliki oleh kaum muda. Indonesia yang terkenal sebagai sebuah negara Islam harusnya berjuang menjaga hak-hak masyarakat. Sistem keuangan dan perbankan Islam serta produk keuangan lain yang berlandaskan hukum juga sudah berkembang di Indonesia.
Keberhasilan negara dalam memimpin pengembangan sistem halal dalam sektor makanan harus dimanfaatkan sepenuhnya oleh masyarakat pedagang dan produsen khususnya UKM yang rata-ratanya terlibat dalam bisnis makanan. Pengusaha industri kecil merupakan tulang belakang ke basis industri negara. Pertumbuhan industri kecil didukung sepenuhnya oleh pemerintah dengan menyediakan berbagai rencana, program,mekanisme dan bantuan.
Berbagai faktor diperlukan untuk mencapai kesuksesan di dalam bisnis antaranya keterampilan manajemen, staf yang efisien, sumber keuangan yang kokoh, produk dan layanan yang baik dan yang paling utama adalah pelanggan yang banyak dan setia. Pemasaran adalah aspek terpenting dalam upaya menarik minat para pelanggan karena tanpa pelanggan tidak wujudlah bisnis. Masalah pemasaran adalah masalah universal yang turut dialami oleh semua pedagang tidak peduli latar belakang maupun ukuran bisnis mereka. Pemasaran jugalah yang menjadi tantangan besar yang dihadapi oleh pengusaha kecil dalam bisnis makanan halal. Justru, mereka harus memberi penekanan yang lebih berat kepada strategi pemasaran mereka. Produk yang baik tidak akan terjual dengan sendirinya tanpa usaha untuk memasarkan, mempromosikan dan mengiklankan produk tersebut. Meskipun mereka tidak memiliki kemampuan yang sama dari segi modal untuk tujuan pemasaran jika dibandingkan dengan pengusaha-pengusaha besar namun mereka harus cerdas mencari peluang dan jaringan bisnis yang baik. Para pengusaha termasuk pengusaha kecil juga harus memiliki kepekaan yang tinggi terhadap lingkungan mereka.
1.2 Rumusan Masalah
1.       Bagaimana kemampuan pemasaran UKM Makanan Halal ?
2.       Bagaimana Strategi Pemasaran UKM Makanan Halal ?
3.       Bagaimana Etika Profesional Sebagai Pengusaha Islam ?
4.       Bagaimana Panduan Strategi Pemasaran Syariah Bagi UKM Makanan Halal ?
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan menjelaskan strategi pengusaha kecil dan menengah memasarkan produk makanan halal di Indonesia beserta berbagai manfaat dan prospek penjualan makanan Halal serta Pentingnya Label Halal dalam memasarkan hasil produk makanan halal oleh UKM ke pasar.



















BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Pemasaran
Pemasaran adalah salah satu kegiatan pokok yang perlu dilakukan oleh perusahaan baik itu perusahaan barang atau jasa dalam upaya untuk mempertahankan kelangsungan hidup usahanya. Hal tersebut disebabkan karena pemasaran merupakan salah satu kegiatan perusahaan, di mana secara langsung berhubungan dengan konsumen. Maka kegiatan pemasaran dapat diartikan sebagai kegiatan manusia yang berlangsung dalam kaitannya dengan pasar. Kotler (2001) mengemukakan definisi pemasaran berarti bekerja dengan pasar sasaran untuk mewujudkan pertukaran yang potensial dengan maksud memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia. Sehingga dapat dikatakan bahwa keberhasilan pemasaran merupakan kunci kesuksesan dari suatu perusahaan.
Menurut Stanton (2001), definisi pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan-kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang atau jasa yang memuaskan kebutuhan baik kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial.
Dari definisi tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pemasaran merupakan usaha terpadu untuk menggabungkan rencana-rencana strategis yang diarahkan kepada usaha pemuas kebutuhan dan keinginan konsumen untuk memperoleh keuntungan yang diharapkan melalui proses pertukaran atau transaksi. Kegiatan pemasaran perusahaan harus dapat memberikan kepuasan kepada konsumen bila ingin mendapatkan tanggapan yang baik dari konsumen. Perusahaan harus secara penuh tanggung jawab tentang kepuasan produk yang ditawarkan tersebut. Dengan demikian, maka segala aktivitas perusahaan, harusnya diarahkan untuk dapat memuaskan konsumen yang pada akhirnya bertujuan untuk memperoleh laba.
2.2 Pengertian Pemasaran Syariah
Pemasaran Syariah adalah Disiplin bisnis yang mengarahkan proses menciptakan, menawarkan, dan bertukar nilai dari satu pemrakarsa kepada para pemangku kepentingan, dan seluruh proses harus sesuai dengan prinsip muamalah dalam Islam.
2.3 Dasar Pemasaran Syariah
Dasar Pemasaran Syariah adalah “Al-muslimuuna ‘alaa syuruuthihim Illa syarthan harrama halaalan aw ahalla haraaman” (Kaum Muslimin terikat dengan kesepakatan bisnis yang mereka buat kecuali kesepakatan yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram) (PPT MPS Pertemuan 1)
2.4 Konsep Pemasaran
Pemasaran merupakan faktor penting untuk mencapai sukses bagi perusahaan akan mengetahui adanya cara dan falsafah yang terlibat didalamnya. Cara dan falsafah baru ini disebut konsep pemasaran (marketing concept). Konsep pemasaran tersebut dibuat dengan menggunakan tiga faktor dasar yaitu:
1. Saluran perencanaan dan kegiatan perusahaan harus berorientasi pada konsumen/ pasar.
2. Volume penjualan yang menguntungkan harus menjadi tujuan perusahaan, dan bukannya volume untuk kepentingan volume itu sendiri.
3. Seluruh kegiatan pemasaran dalam perusahaan harus dikoordinasikan dan diintegrasikan secara organisasi.
Menurut Swastha dan Irawan, (2005 : 10) mendefinisikan konsep pemasaran sebuah falsafah bisnis yang menyatakan bahwa pemuasan kebutuhan konsumen merupakan syarat ekonomi dan sosial bagi kelangsungan hidup perusahaan. Bagian pemasaran pada suatu perusahaan memegang peranan yang sangat penting dalam rangka mencapai besarnya volume penjualan, karena dengan tercapainya sejumlah volume penjualan yang diinginkan berarti kinerja bagian pemasaran dalam memperkenalkan produk telah berjalan dengan benar. Penjualan dan pemasaran sering dianggap sama tetapi sebenarnya berbeda.
Tujuan utama konsep pemasaran adalah melayani konsumen dengan mendapatkan sejumlah laba, atau dapat diartikan sebagai perbandingan antara penghasilan dengan biaya yang layak. Ini berbeda dengan konsep penjualan yang menitikberatkan pada keinginan perusahaan. Falsafah dalam pendekatan penjualan adalah memproduksi sebuah pabrik, kemudian meyakinkan konsumen agar bersedia membelinya. Sedangkan pendekatan konsep pemasaran menghendaki agar manajemen menentukan keinginan konsumen terlebih dahulu, setelah itu baru melakukan bagaimana caranya memuaskan.
2.5 Kriteria suatu produk makanan yang memenuhi syarat kehalalan adalah:
Tidak mengandung babi dan bahan yang berasal dari babi Tidak mengandung bahan-bahan yang diharamkan, seperti bahan-bahan yang berasal dari organ manusia, darah, kotoran-kotoran dan lain sebagainya. Semua bahan berasal dari hewan halal yang disembelih menurut syariat Islam. Semua tempat penyimpanan, tempat penjualan, pengolahan, tempat pengolahan dan transportasinya tidak boleh digunakan untuk babi. Dan, semua makanan dan minuman yang tidak mengandung khamar (minuman beralkohol)
Pada prinsipnya sertifikat halal merupakan dokumen hukum yang bersifat kedinasan. Ada beberapa prosedur yang harus dilalui untuk memperoleh dokumen tersebut, di antaranya:
Setiap produsen yang menginginkan sertifikat halal bagi produknya harus terlebih dahulu mengisi formulir pendaftaran yang telah tersedia dengan menyertakan hal-hal berikut:
Spesifikasi dan sertifikasi halal bahan baku, bahan tambahan, dan bahan penolong serta bagian alir proses; Sertifikasi halal atau surat keterangan halal dari MUI daerah (produk lokal) atau sertifikasi halal dari lembaga Islam yang telah diakui oleh MUI (produk impor) untuk bahan yang berasal dari hewan dan turunannya; Sistem jaminan halal yang dipaparkan dalam panduan halal beserta prosedur baku pelaksanaannya.
Tim auditor LP POM MUI akan melakukan audit ke lokasi produsen. Hal itu dilakukan setelah formulir telah dikembalikan ke LP POM dan diperiksa kelengkapannya. Hasil audit dan laboratorium dievaluasi dalam rapat tenaga ahli LP POM MUI. Jika memenuhi persyaratan maka dibuat laporan hasil audit untuk diajukan kepada sidang komisi fatwa MUI dengan tujuan untuk diputuskan status kehalalannya.
Sidang komisi fatwa MUI dapat menolak laporan hasil audit. Penolakan tersebut dikarenakan persyaratan yang telah ditentukan belum terpenuhi. Sertifikat halal dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia setelah ditetapkan status kehalalannya oleh Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia.Perusahaan yang produknya telah mendapat sertifikat halal harus mengangkat auditor halal internal sebagai bagian dari sistem jaminan halal. Jika kemudian ada perubahan dalam penggunaan bahan baku, bahan tambahan, atau bahan penolong pada proses produksinya maka pihak auditor halal internal diwajibkan segera melapor untuk mendapatkan “ketitiberatan penggunaannya”
2.6 Masa berlaku sertifikat halal :
Sertifikat halal hanya berlaku selama dua tahun. Untuk daging ekspor, surat keterangan halal diberikan untuk setiap pengapalan.Tiga bulan sebelum berakhir masa berlakunya sertifikat, LP POM Majelis Ulama Indonesia akan mengirim surat pemberitahuan kepada produsen yang bersangkutan.Dua bulan sebelum berakhir masa berlakunya sertifikat, produsen harus mendaftarkan produknya kembali utuk sertifikat halal yang baru. Produsen yang tidak memperbaharui sertifikat halalnya, tidak diizinkan lagi menggunakan sertifikat halal tersebut. Kemudian sertifikat halal itu dihapus dari daftar yang terdapat dalam majalah resmi LP POM Majelis Ulama Indonesia. Jika sertifikat halal hilang, pemegang harus melaporkannya ke LP POM Majelis Ulama Indonesia.Sertifikat halal yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama adalah milik MUI,. Oleh karena itu, jika sesuatu hal diminta kembali oleh MUI maka pemegang sertifikat halal wajib menyerahkannya. Keputusan Mejelis Ulama Indonesia yang didasarkan atas fatwa MUI tidak dapat diganggu gugat.
2.7 Prosedur perpanjangan sertifikat halal :
Jika produsen bermaksud memperpanjang sertifikat yang dipegangnya, harus mengisi formulir pendaftaran yang telah disediakan. Pengisian formulir disesuaikan dengan perkembangan terakhir produk. Perubahan bahan baku, bahan tambahan, dan bahan penolong serta pengelompokan produk harus diinformasikan kepada LP POM MUI.Produsen berkewajiban melengkapi dokumen terbaru tentang spesifikasi, sertifikat halal, dan bagan alir proses. Jika hal ini sudah Anda dapatkan, maka segera raih berbisnis sukses dengan sajian kuliner Anda.














           
BAB III
Pembahasan
3.1 Kemampuan Pemasaran UKM
Kemampuan dalam memasarkan hasil produk makanan adalah tantangan utama yang dihadapi oleh para pengusaha kecil. Mereka sering kali menghadapi masalah mendapatkan pasar. Mereka harus mengatur strategi pemasaran dan mencari peluang-peluang jaringan bisnis secara bijak. Kebanyakan mereka hanya memahami kebutuhan untuk memasarkan dan mempromosikan produk dan layanan masing-masing dengan benar tetapi hanya segelintir saja yang mengetahui secara mendalam seluk beluk untuk mencapainya. Bahkan sedikit saja yang memiliki dana untuk melakukan promosi pemasaran. Dalam penelitian yang dilakukan oleh sebuah universitas swasta, lebih dari 50% keseluruhan industri kecil yang dikaji mengaku memperoleh keuntungan yang sangat kecil disebabkan oleh masalah pemasaran. Masalah ini ada hampir di semua jenis bisnis industri kecil termasuk industri pembuatan makanan (Moha Asri 1999: 39). Rahmah Ismail (1990) menemukan bahwa pengusaha menghadapi masalah pembelian input dan pemasaran output. Mereka sangat tergantung pada orang tengah dan kurang memiliki inisiatif dalam mencari pasar alternatif untuk mendapatkan input dan memasarkan output. Jadi, pengusaha kecil tidak terkena strategi dan pengalaman pemasaran langsung.
Masalah pemasaran sebenarnya berhubungan erat dengan banyak sebab. Diantaranya, kurangnya pengusaha kecil industri makanan yang memiliki sertifikasi halal. Hanya sekitar 15% pengusaha kecil makanan yang memiliki sertifikasi halal. Ini mengakibatkan kurangnya 'market-share' yang akan menyebabkan kurangnya peluang ke pasar global (Pidato Pembukaan Seminar Halal Food Standards Réalisation , 5 Desember 2006). Menyadari kebutuhan ini, pengusaha kecil harus memanfaatkan peluang bisnis yang ada dalam industri halal untuk memperoleh manfaat dalam meningkatkan keuntungan karena bidang makanan halal memiliki potensi yang besar dalam menghasilkan pendapatan.
Jika dilihat keterlibatan pengusaha kecil dalam industri makanan halal masih kurang karena dikekangi dengan berbagai masalah modal, persaingan, teknologi serta jaringan bisnis yang lemah di samping kurangnya pengalaman dari aspek pemasaran dalam mengembangkan bisnis mereka. Selain dari kurangnya kesadaran dalam mendapatkan sertifikasi halal, kebanyakan pengusaha kecil makanan halal kurang berilmu tentang persyaratan pendaftaran hak paten. Produk yang mereka hasilkan seharusnya didaftarkan agar tidak terjadi pencurian hak milik mereka.
Dampak dari kurangnya kesadaran dalam mendapatkan perlindungan kekayaan intelektual, pengusaha kecil juga menghadapi masalah desain kemasan yang merupakan masalah utama dalam pemasaran produk UKM. Desain kemasan merupakan elemen penting dalam menarik minat konsumen terhadap suatu produk. Pengusaha bisa mendapatkan informasi tentang elemen desain ini melalui pendaftaran di bawah kekayaan intelektual. Ada beberapa produk yang kurang kualitas tetapi diyakini akan kehebatannya berdasarkan presentasi kemasan. Namun begitu ada dari produk yang berkualitas tetapi tidak dapat mempengaruhi pembeli karena kemasan yang kurang menarik.
Ini menyebabkan pengusaha tidak dapat memasarkan produk mereka secara lebih meluas dan menyaingi produk tersedia di pasar. Kekurangan modal, tingkat teknologi serta keterampilan pekerja rendah, desain output dan kemasan kurang menarik serta tidak dapat memenuhi pesanan pelanggan menyebabkan hasil keluaran produk UKM kurang berkualitas (Hasnah & Faridah 1995: 22).
Azrina Sobian (2006) dalam tulisannya menyatakan barang halal
hasil industri kecil Muslim menghadapi masalah branding. Masalah branding yang dimaksudkan ialah ada beberapa barang itu memiliki merek yang langsung tidak memiliki Islam atau halal. Kesalahan inilah yang membuat sesuatu barang yang halal terlihat tidak halal. Ini bisa menghalangi aliran barang dari produsen ke pengguna. Faktanya keyakinan terhadap barang dan keterampilan barang itu juga adalah hal penting. Adalah sesuatu yang menyedihkan ketika melihat banyak industri kecil Muslim yang mampu memproduksi barang sendiri tetapi gagal memasarkannya karena masalah branding .
3.2 Strategi Pemasaran UKM Makanan Halal
Pemasaran bukan hanya sekedar penjualan tetapi lingkupnya adalah luas meliputi kebutuhan penciptaan produk yang memuaskan keinginan pengguna, merancang dan melaksanakan harga, promosi dan distribusi produk. Ada beberapa rekomendasi yang menyentuh konsep bisnis mencakup etika profesional sebagai pengusaha yang dituntut dalam Islam. Ini penting karena UKM membawa status pengusaha kecil makanan halal yang seharusnya mengadopsi konsep nilai murni dan etika bisnis sebagaimana yang digariskan oleh Islam. Rekomendasi dan saran ini diharap dapat membantu UKM menyusun strategi pemasaran mereka. Namun, membutuhkan komitmen yang besar dari pengusaha itu sendiri di samping bantuan konsultasi dari badan-badan pemerintah dan swasta. Ini untuk menjamin prospek makanan halal di Indonesia dapat berkembang berhasil ke arah membuat Indonesia sebagai pusat makanan halal di dunia. Saran dan rekomendasi yang dipikirkan relevan sebagai panduan pemasaran dinyatakan seperti berikut:
3.3 Etika Profesional Sebagai Pengusaha Islam

Umumnya, pengusaha harus ada nilai-nilai etika profesional dalam diri yang menjadi pedoman dalam mengusahakan produk penjualan mereka. Konsep etika Islam ini ditampilkan sebagai sarana untuk membantu membentuk nilai murni dalam diri pengusaha. Etika yang bertunjangkan filosofi Tauhid bertindak sebagai kekuatan yang mengontrol tindakan internal dan eksternal para pengusaha. Sebelum merambah bisnis, pengusaha harus memiliki tujuan dan tujuan dalam berbisnis. Mengacu kepada responden sebagai pengusaha yang beragama Islam, tujuan dan tujuan sesuatu perusahaan atau bisnis dibuat sama sekali tidak dapat dipisahkan dari filsafat Islam yang didirikan oleh tauhid. Yusuf alQaradhawi (1987) menjelaskan filsafat bisnis berbasis tauhid itu adalah mencakup:


3.4 Falsafah Tauhid Memberikan Misi yang Jelas Dalam Bisnis
Pada dasarnya, filosofi sistem bisnis Islam berpusat pada prinsip dasar Islam seperti konsep Tauhid (Rububiyyah dan Uluhiyyah), konsep keadilan dan konsep persaudaraan (ukhuwwah). Filsafat Tauhid menggaris bawahi manusia sebagai hamba dan khalifah Allah di bumi ini untuk melakukan amal saleh atas prinsip kerjasama dengan mengaitkan tiga hal dasar yaitu hubungan manusia dengan Allah s.w.t. (hablum min Allah), hubungan manusia dengan manusia hablumminannas) dan hubungan manusia dengan seluruh kejadian alam, makhluk dan lingkungan milik Allah s.w.t
Secara jelas, filsafat Tauhid menekankan pelaksanaan perintah Allah dalam setiap aspek kehidupannya baik dalam kehidupan individu, berkeluarga, masyarakat dan bernegara. Tauhid menganjur budaya bisnis yang didasarkan kepada nilai keadilan dan kerjasama untuk mewujudkan masyarakat yang beradab mulia dan bukan untuk menciptakan masyarakat rakus melalui praktek penindasan atau penipuan. Berkecimpung dalam bisnis sebagai klaim keagamaan dan ibadah, pengusaha seharusnya berusaha meningkatkan kualitas kinerja bisnisnya berporos keimanan. Bertepatan dengan filosofi Tauhid, Islam menganjurkan pengamalan akhlak yang baik dan penghayatan terhadap ibadah khusus seperti shalat, puasa dan berzakat. Filosofi Tauhid ini dapat membentuk mekanisme internal untuk memotivasi pengusaha Melayu. Dengan cara ini pengusaha akan memperoleh tujuan yang unggul yaitu al-Falah yaitu kesuksesan dan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Untuk mencapai al-Falah, bisnis dibuat dengan tujuan untuk memelihara lima hal dharuriyyah (agama, nyawa, akal, keturunan dan harta) berbasis metode "Menolak Kerusakan Adalah Lebih Utama Daripada Mengambil Kebaikan ". Perawatan dan pemeliharaan kepada lima hal dasar ini adalah penting untuk menjamin maqasid al syariah (al-Hariri 1988; al-Zarqa ' 1998; al-Sayuthi t.t). Apapun tindakan dalam bisnis yang diceburi, haruslah memastikan lima hal dasar ini diperlihara. Jika terjadinya kemudharatan dalam salah satu lima hal ini, bisnis tersebut seharusnya ditinggalkan bagi menghindari kerusakan (mafasid). Bisnis dalam Islam adalah satu ibadah dan harus dilakukan dengan niat yang ikhlas serta sesuai dengankehendak syari'at Islam. Kehidupan sosial juga harus dipelihara sesuai dengan filosofi Tauhid yang menjaga hubungan manusia sesama manusia (hablumminannas). Siddiqi, MN (1979) menjelaskan kewajiban yang harus dipenuhi dari sudut diri dan sosial seseorang pengusaha adalah:
1.       Memenuhi kebutuhan diri dan keluarga secara sederhana.
2.       Memenuhi kebutuhan diri dan keluarga untuk masa akan datang.
3.       Memberikan layanan dan kontribusi sosial seperti berusaha untuk menegakkan agama Islam, membantu mencapai tujuan negara seperti pengentasan kemiskinan, menyediakan pekerjaan dan menstabilkan harga.
            Efek dari penghayatan nilai-nilai Tauhid, pribadi internal pengusaha juga dapat dibentuk secara seimbang antara aspek roh dan jasadnya, akal dan nafsunya serta berilmu dunia dan akhirat. Sebagai natijahnya akan lahir individu pengusaha dan pedagang yang berakhlak mulia, amanah, akuntabilitas dan konsisten dalam menjalankan tugasnya dengan efisien dan penuh tanggung jawab, inovatif dan kreatif, sabar dan tegas, memiliki visi dan misi dalam kehidupannya, berpikiran positif, membantu kepada masyarakat, proaktif dalam menangani permasalahan serta berhasil dalam kehidupan dunia dan persediaannya untuk ke akhirat.

3.5 Falsafah Tauhid Membentuk Etika Dalam Bisnis

            Etika didefinisikan sebagai penentuan standar perilaku dan pertimbangan moral yang diterima sebagai benar dalam organisasi termasuk kebijakan, undang-undang, kepercayaan dan nilai-nilai sebagai garis panduan (Ab. Aziz Yusof etal.2004:84).
Etika bisnis merupakan etika terapan. Etika bisnis merupakan aplikasi pemahaman kita tentang apa yang baik dan benar untuk beragam institusi, teknologi, transaksi, aktivitas dan usaha yang kita sebut bisnis. Pembahasan tentang etika bisnis harus dimulai dengan menyediakan kerangka prinsip-prinsip dasar pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan istilah baik dan benar, hanya dengan cara itu selanjutnya seseorang dapat membahas implikasi-implikasi terhadap dunia bisnis. Etika dan Bisnis, mendeskripsikan etika bisnis secara umum dan menjelaskan orientasi umum terhadap bisnis, dan mendeskripsikan beberapa pendekatan khusus terhadap etika bisnis, yang secara bersama-sama menyediakan dasar untuk menganalisis masalah-masalah etis dalam bisnis. 

Dengan demikian, bisnis dalam islam memposisikan pengertian bisnis yang pada hakikatnya merupakan usaha manusia untuk mencari keridhaan Allah swt. Bisnis tidak bertujuan jangka pendek, individual dan semata-mata keuntungan yang berdasarkan kalkulasi matematika, tetapi bertujuan jangka pendek sekaligus jangka panjang, yaitu tanggung jawab pribadi dan sosial dihadap masyarakat, Negara dan Allah swt

Prinsip 'tidak berbahaya' ini dapat mencegah dan mengurangi sifat atau tindakan negatif pengusaha terhadap orang lain seperti dengki mendengki, mementingkan diri sendiri atau tindakan yang dapat menyebabkan terjadinya ketidakadilan terhadap pengguna dan lingkungan. Ini bersesuaian dengan tujuan Syariat Islam diturunkan (maqasid al-syariah) untuk memelihara lima hal dasar yaitu agama, jiwa, akal, keturunan dan harta berpusat segala hal yang memelihara setiap hal dasar ini adalah kebaikan(Masalih) dan segala yang dapat berdampak negatif pada salah satu dari kelima ini adalah dilarang (mafasid). Etika dalam bisnis dibagi menjadi dua kategori yaitu etika bersifat internal yang melayang dalam diri pengusaha dan etika bersifat eksternal yaitu yang berkaitan dengan barang. Antara etika internal yang harus ada dalam diri pengusaha sejalan dengan prinsip 'tidak berbahaya' ini adalah:
1.        Niat yang benar
Seseorang pengusaha Muslim harus memastikan bahwa niatnya hanya untuk mencapai tujuan ke
bahagiaan di dunia dan di akhirat (al-Falah) serta mendapat keridhaan Allah dalam segala aspek kehidupannya.
2.       Adil
Etika penting dalam bisnis adalah melaksanakan keadilan dan bersikap ihsan dengan memberi kebajikan, sedekah serta tidak menzalimi diri sendiri dan orang lain. Ini termasuk perlunya sikap kejujuran, integritas, menepati janji, mengutamakan kepentingan umum, bertanggung jawab sebagai seorang warga negara dan transparansi dalam diri pengusaha
3.       Amanah dan benar dalam urusan bisnis
Tindakan dan keputusan yang berdasarkan sifat amanah dan kebenaran adalah perlu untuk memastikan urusan bisnis itu adil dan setiap orang apakah pembeli atau pengusaha mendapatkan haknya. Dengan ini, pengusaha akan mendapatkan keuntungan sesuai dan pembeli akan mendapatkan barang atau jasa yang sesuai dengan harga yang dibayar. Hindari tindakan-tindakan yang tidak etis seperti memalsukan tanggal kadaluarsa produk mereka, menyalahgunakan tanda halal, memalsukan iklan dari maksud sebenarnya produk penjualan dan menyembunyikan penggunaan bahan-bahan tertentu dari pengetahuan pengguna
4.       Menjaga ibadah khusus
Karena bisnis adalah ibadah yang berbentuk umum, para pengusaha sama sekali tidak bisa mengabaikan perawatan kepada ibadah berbentuk khusus yang sangat dituntut ketika sampai waktunya. Mendirikan shalat lima waktu dan mengeluarkan zakat bisnis adalah antara kewajiban yang harus dipenuhi agar hasil usaha bisnis bersih dari unsur-unsur yang tidak baik dan diberkati.
5.       Tidak terlibat dengan praktek riba
Sebagaimana yang diketahui, banyak di kalangan pengusaha kecil ini kurang berkemampuan. Pemerintah juga menyediakan berbagai sumber-sumber pinjaman dan pembiayaan melalui bank atau perusahaan pemerintah. Berbagai pilihan pinjaman berbasis syariah disediakan oleh Bank
Bank Syariah, baik itu milik pemerintah maupun swasta. Untuk itu, pengusaha Islam seharusnya membebaskan diri dari riba
6.       Tidak menzalimi karyawan
Salah satu dari etika yang penting dalam bisnis adalah mengelola manusia yaitu menjaga kemaslahatan, kesejahteraan dan hubungan baik dengan karyawan. Ini penting agar mereka dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas produksi. Memberikan upah yang wajar sesuai keuntungan perusahaan dan biaya hidup, memperhitungkan pandangan karyawan dan menciptakan suasana kerja yang stabil, harmonis, teratur, bersih dan aman adalah sangat perlu.

Semua etika di atas ini adalah berkisar etika internal yang harus ada dalam diri pengusaha. Bila internal diri pengusaha telah dilindungi dari niat dan praktek mazmumah, secara tidak langsung ia akan mencorakkan etika dan tindakan eksternal pengusaha. Etika eksternal yang harus ada dalam mencorakkan bisnis yang bijaksana adalah:

1. Memasarkan produk secara etis
Adalah sejalan dengan konsep amanah dan benar dalam bisnis bagi seseorang pengusaha untuk memastikan metode pemasaran produknya dibuat dengan benar dan tidak bertentangan dengan etika Islam. Setiap bentuk iklan atau promosi haruslah mencerminkan kualitas dan isi barang agar pembeli tidak merasa tertipu. Jangan sekali-kali karena sedang keuntungan yang banyak, pengusaha sanggup menipu pengguna. Dalam kondisi ekonomi negara yang tidak menentu ini, persaingan yang sehat dapat meningkatkan kualitas produk. Pengusaha kecil tidak bisa mudah menyerah, membangun kreativitas tersendiri serta harus bersikap profesional dan etis dalam menghadapi persaingan.

2. Tidak mengurangi timbangan
Setiap timbangan haruslah berdasarkan apa yang sebenarnya dalam kandungan dan harus ditulis dengan benar di kemasan. Pengusaha Islam harus hindari diri mereka terlampau gairah untuk mendapatkan keuntungan sampai mensifatkan barang yang dijual dengan sifat yang berbeda dari yang sebenarnya. Allah s.w.t. dalam firman-Nya yang artinya:

Celakalah bagi orang-orang yang suka mengurangi takaran. Yaitu orang-orang yang kalau menerima takaran dari orang lain selalu meminta yang penuh (cukup dan tidak kurang sedikitpun), tetapi kalau menakarkan untuk orang lain, pasti dikurangi. Apakah orang-orang itu tidak menghitung (menyakini) bahwa mereka itu pasti akan dibangkitkan dari kuburnya, yakni pada suatu hari yang penuh pancaroba. (al-Qur'an, al-Mutaffifin: 1-5)

Dan jangan kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara terbaik, sehingga dia dewasa (baligh); dan sempurnakan pembatasan dan timbangan yang adil. Tidaklah Kami memikulkan beban kepada seseorang, melainkan sekadar kesanggupannya, dan ketika kamu berkata, harus berlaku adil, bahkan terhadap kamu kerabatmu sendiri; dan tepatilah janji dengan Allah. Dan demikianlah Allah berwasiat kepadamu, mudah-mudahan kamu mendapat peringatan. (al-Qur'an, al-An'aam: 152)

3.       Menjaga kualitas produk
Islam sangat menekankan pengeluaran produk yang berkualitas untuk menghindarkan terjadinya kerusakan (mafsadah) kepada pengguna. Produk yang tidak berkualitas dapat mempengaruhi usaha mengembangkan masyarakat dari sudut mental, moral, dan kesehatan. Untuk menjaga kualitas produk, pengusaha harus kreatif yaitu berupaya menciptakan, inovatif dalam memodifikasi, berani menghadapi risiko, mampu mengurus, yakin dan berpandangan jauh, bijak merebut peluang dan bijak membuat keputusan. Bila nilai-nilai ini ada dalam diri, perawatan kualitas produk dan manajemen pemasaran akan menjadi lebih mudah.
4.       Menetapkan harga dengan adil
Pengusaha harus menetapkan harga yang adil dan wajar terhadap sesuatu barang atau jasa untuk pembeli. Harga yang tidak adil akan menyebabkan golongan yang tidak mampu tidak dapat memiliki barang kebutuhan mereka.

5.       Mendapatkan sertifikasi halal ke arah pasar yang lebih luas
Untuk menembus pasar yang lebih luas, para pengusaha keci harus mengubah sikap suka tidak mau repot akan sesuatu hal. Sertifikasi halal MUI (Majelis Ulama Indonesia) adalah satu tiket untuk produk keluaran pengusaha kecil memasarkan barang mereka ke pasar yang lebih besar. Realitas hari ini melihat banyak di kalangan pengusaha bukan Islam yang terlibat dalam industri makanan tidak ragu-ragu mendapatkan sertifikasi halal agar produk mereka bisa diterima oleh pelanggan Islam. Para pengusaha kecil makanan halal harus menjadikan ini sebagai tantangan untuk mereka bersaing dengan golongan pengusaha bukan Islam di pasar luar. Tanpa sertifikasi halal, produk makanan sulit memasuki pasar yang lebih luas.

6.       Mendaftarkan hak Paten
Banyak di kalangan pengusaha kecil kurang memiliki ilmu tentang pentingnya mendaftarkan hak milik (Hak Paten) mereka. Kesadaran akan pentingnya mendaftarkan hak milik sangat penting agar hasil produk yang dihasilkan oleh pengusaha kecil ini tidak dicuri. Dengan mendaftarkan hak milik, barang mereka dapat dibedakan dengan barang lain dengan perbedaan merek dan label yang tersendiri. Jika terjadinya 'penciplakan' atau 'peniruan', pengusaha dapat membuat tindakan atas sang individu berdasarkan akta kekayaan intelektual yang disediakan.
3.6     Panduan Strategi Pemasaran

           
Usaha kecil dan menengah (UKM) berupaya mengeluarkan barang yang tidak dapat diproduksi oleh industri besar terutama yang bertaraf internasional. Ini dapat dilihat khususnya dalam industri makanan dan minuman seperti pembuatan makanan tradisional, kecap, bumbu, dan kerupuk yang tidak banyak mendapat perhatian oleh industri berukuran besar. Secara tidak langsung industri yang berkelas kecil ini memungkinkan setiap masyarakat yang berminat dalam bisnis melibatkan diri mereka bahkan dengan modal yang kecil. Ini juga dapat memecahkan monopoli orang kaya dan elit saja dari menguasai bidang bisnis.
Pengusaha kecil membutuhkan pelaksanaan manajemen yang lebih tersusun dibandingkan dengan perusahaan besar karena sumber tabungan modal dan sumber pekerja yang terbatas. Efektivitas pelaksanaan manajemen banyak tergantung pada sikap para pengusaha dan ilmu bisnis yang dikuasainya terutama dalam memasarkan barang mereka secara efektif. Panduan pemasaran yang diusulkan ini adalah merupakan salah satu strategi pemasaran yang menempatkan empat elemen utama yang harus dikendalikan oleh pengusaha. Empat elemen utama ini adalah berkait antara satu sama lain untuk menentukan keberhasilan strategi pemasaran. Ini meliputi empat elemen berikut:



1. PRODUK
Produk adalah barang atau jasa yang akan dijual kepada pembeli. Pengusaha harus menghasilkan produk yang secara fisik dapat menarik perhatian dan memenuhi kebutuhan pengguna meliputi aspek keragaman produk, kualitas, desain, fitur, merek, kemasan, ukuran, pelayanan, jaminan dan pengembalian (Sabri 2005: 258). Merek adalah nama, rangkaian kata, desain, simbol, sebutan untuk sesuatu produk digunakan untuk membedakan antara satu produk dengan produk lain yang serupa. Kemasan pula berfungsi melindungi apa yang dijual, mempromosikan dan membantu menentukan gambar sesuatu produk Perlabelan dapat membantu memberikan informasi kepada distributor, pengecer dan pembeli tentang produk seperti tanggal dibuat, tanggal lupus serta informasi penggunaan (Sabri 2005: 268-269).
Kebanyakan produk usahawan bumiputera ini memiliki kualitas yang bagus, namun aspek pembungkusannya masih belum mencapai standar yang diinginkan ...." (Mohamad Nordin, Kepala Unit SMI FAMA, di Ekspo Industri Asas Tani di Ipoh, Desember 2007). Ini menunjukkan dalam aspek pemasaran pengusaha kecil, kemasan produk merupakan salah satu hal penting yang perlu diberi perhatian. Pengusaha harus memiliki inisiatif untuk melakukan inovasi tertentu untuk mencapai tingkat kesempurnaan produk yang akan dijual. Sekali pun produk memiliki kualitas yang baik, namun jika aspek pembungkusannya tidak sebanding, produk mungkin sulit bersaing, apalagi di tingkat internasional yang lebih luas persaingannya.
Kemasan sesuatu produk berfungsi sebagai container yang akan mengambil dan melindungi produk agar aman dan tidak rusak. Namun, pada saat yang sama, ia juga mempertimbangkan beberapa aspek lain:

1. Mempromosikan produk melalui desain, warna, gambar, grafis yang dapat memberikan gambaran baik kepada pengguna.
2. Memperkenalkan identitas korporasi atau perusahaan melalui logo atau merek.
3. Memberikan informasi tentang produk termasuk bahan yang digunakan, berat atau jumlah konten, cara penggunaan dan logo halal.
4. Mudah untuk dibawa dan penyimpanan.
5. Menurut peraturan dan perundangan yang ditetapkan pemerintah.
Branding, kemasan dan pelabelan adalah semuanya terkandung dalam hak paten. Untuk itu, kesadaran tentangnya sangat penting. Para pengusaha kecil juga harus menyusun strategi dengan memasarkan produk yang beragam dengan tidak berfokus satu produk barang saja. Ini untuk memastikan pengusaha kecil bertahan lama di pasar luar meskipun menerima saingan dari perusahaan bisnis besar atau barang impor. Para pengusaha kecil harus memperkuat program jalinan patungan antara sesama pengusaha dalam mengusahakan makanan halal dengan menggunakan teknologi modern. Dengan ini produk yang dihasilkan lebih bertahan lama, lebih banyak dan lebih berkualitas.



2. HARGA
Harga didefinisikan sebagai nilai tukar barang atau jasa dengan apa yang diperlukan dalam pasar. Cara meletakkan harga yang tepat pada sesuatu barang atau jasa menjadi komponen utama dalam strategi. Fungsi adanya harga adalah untuk memaksimalkan keuntungan, meningkatkan pangsa pasar, menghabiskan stok dan meningkatkan citra perusahaan (Sabri 2005: 273-275).
Ada beberapa strategi mengundurkan harga, diantaranya; penetrasi harga yaitu menempatkan harga yang rendah sehingga produk mampu dibeli oleh pembeli secara menyeluruh, Tarahan harga yaitu menempatkan harga yang tinggi pada tahap awal dan menurunkan harganya secara bertahap, dan harga pesaing yaitu metode menempatkan harga berpendukan harga yang ditetapkan oleh pesaing (Sabri 2005 : 281-282).

3. PROMOSI
Promosi adalah cara organisasi atau perusahaan berkomunikasi dengan penonton atau pelanggan mereka. Komunikasi ini terjadi dalam berbagai bentuk baik secara langsung atau tidak berhadapan dengan tujuan untuk melariskan penjualan produk, memperkenalkan produk atau menaikkan citra melalui eksposur yang sering. Promosi dapat terjadi melalui iklan, publisitas, penjualan tatap muka dan promosi penjualan (Sabri 2005: 286).
Resesi ekonomi dunia dan negara hari ini mempengaruhi bisnis kecil. Pengusaha kecil harus mengadakan langkah-langkah promosi yang agresif dan tepat untuk membuat masyarakat tahu akan keberadaan produk mereka lebih-lebih lagi dengan kondisi ekonomi negara dan dunia yang tidak menentu. Oleh karena anggaran pengiklanan semakin mengecil mengakibatkan anggaran iklan koran dan radio tidak menjadi pilihan pengusaha kecil karena kendala keuangan. Sebagai dampaknya, hari ini internet semakin relevan karena ia adalah alternatif terbesar menawarkan iklan termurah dan berkepanjangan kepada para pengusaha kecil.
Para pengusaha kecil harus bijak memilih metode iklan yang sesuai dengan efektivitas yang maksimal. Penggunaan papan tanda dan selebaran yang diselipkan di dalam koran atau didistribusikan di daerah dekat termasuk promosi penjualan umpamanya bualan dari mulut ke mulut adalah salah satu media promosi barang yang terbaik dan murah. Ambil kesempatan dari bantuan keuangan dan keahlian dalam mempromosikan produk yang disediakan oleh pemerintah dan LSM.

4. Distribusi
            Distribusi adalah proses memindahkan barang dari pusat produsen kepada pengguna di lokasi dan waktu yang diinginkan oleh mereka melalui saluran distribusi yang tepat dan pada tingkat biaya yang paling minimum (Sabri 2005: 299-300).
            Pengusaha harus bijak memilih saluran yang paling tepat termasuk aspek transportasi dengan harga biaya yang paling minimum namun perlu memastikan produk barang mereka sampai kepada pelanggan sesuai dengan waktu dan tempat yang tepat.
            Distribusi produk ini adalah sangat penting bagi bisnis karena kebanyakan produk persen marjin distribusi berupaya melambung sehingga
85% berikutnya membuat produk tersebut mahal ke pasar. Dengan kemampuan mengurangi persen marjin distribusi, sesuatu produk berupaya bersaing dengan menawarkan harga yang lebih murah ke pasar. Cara distribusi yang membutuhkan pembeli menunggu terlalu lama harus diubah agar pembeli mendapat layanan dan produk secara efisien.



BAB IV
Rekomendasi
4.1 Perkembangan Produk Makanan Halal
Sapta Nirwandar sebagai seorang Praktisi Dunia Pariwisata mengatakan di berbagai konferensi dan pertemuan yang diselenggarakan negaranegara Organization of Islamic Cooperation (OIC) atau biasa kita kenal dengan nama Organisasi Kerja sama Islam (OKI), pembicaraan mengenai halal lifestyle kian ramai.
Pembicaraan tersebut diperbincangkan organisasi yang beranggotakan 59 negara tersebut dalam konferensi-konferensinya yang diadakan baik di negara yang mayoritas penduduknya muslim atau negara-negara yang penduduk muslimnya relatif kecil seperti Thailand, Korea, Jepang, Australia. Halal lifestyle telah menjadi tren, bahkan ada istilah halal is a brand
Kalau kita terjemahkan secara umum halal lifestyle berarti gaya hidup halal. Dalam perspektif Islam kata halal disampaikan dengan thayyiban : “halalan thayyiban “ berarti halal dan baik yang bermakna secara akidah (spiritual) gaya hidup yang sesuai dengan ajaran Islam dan berarti juga sesuatu yang baik. Contohnya gaya hidup yang halal dan baik adalah memakan makanan yang halal (halal food ). Makanan halal berarti juga baik (good food ) dan sehat (healthy food ).
Tentu makanan halal dapat juga dikonsumsi oleh nonmuslim sehingga makanan halal (halal food ) itu tidak eksklusif bagi umat Islam saja, tetapi menjadi inklusif bagi seluruh manusia rahmatan lil alamin . Thailand yang hanya 5% jumlah penduduk muslimnya menghasilkan 25% dari total ekspor adalah produk makanan halal ke negara-negara OIC. Korea Selatan mampu mengekspor produk kosmetika (USD89 juta pada 2013) obat-obatan (USD299,8 juta pada 2013) dan baru-baru ini Korea Selatan membuka sekitar 150 restoran besertifikat halal.
Demikian pula Jepang mengembangkan makanan halal di perusahaan besarnya seperti Ajinomoto, Asahi Beverage, Umakane dan bahkan di sektor farmasi dan kosmetik. Dalam meningkatkan pelayanan di Bandara, Jepang telah mendirikan musala bagi kaum muslimin di bandara Haneda.

4.2 Kontribusi Ekonomi Global
Dalam laporanState of the Global Islamic Economy (2014- 2015) yang dikeluarkan Thomson Reuters dan Dinar Standard, sektor utama (core sector ) halal lifestyle (halal food, halal travel, clothing and fashion, pharmaceutical and cosmetics , media recreation serta keuangan dan perbankan) cukup besar dan diperkirakan akan meningkat.
Kontribusinya dapat dilihat dalam tabel di bawah ini. Nilai sektor industri halal food pada tahun 2013 mencapai USD 1.292 miliar dengan pertumbuhan global mencapai 21,2% dan diperkirakan nilainya pada 2019 akan mencapai USD2.357. Nilai sektor industri halal travel pada tahun 2013 mencapai USD140 miliar dengan pertumbuhan global mencapai 11,6% dan diperkirakan nilainya pada 2019 akan mencapai USD238. Nilai clothing and fashion nilainya (2013) mencapai USD266 dengan pertumbuhan 11,9% dan diperkirakan pada 2019 nilainya 4USD488 miliar.
Industri pharmaceutical and cosmetics halal pada 2013 mencapai USd72 miliar diperkirakan mencapai USD103 miliar pada 2019 dengan pertumbuhan 6,6%. Media and recreation pada 2013 bernilai USd185 miliar dengan pertumbuhan global 5,5% akan mencapai USD301 miliar pada 2019. Terakhir industri finance and bank halal pada 2013 mencapai USD1.214 miliar dengan pertumbuhan global 14% diperkirakan pada 2019 nilainya mencapai USD4.178 miliar.
Dari data di atas dapat kita baca bahwa produk dan jasa halal mempunyai pertumbuhan yang tinggi dalam ekonomi global. Kebutuhan dan gaya hidup kaum muslimin tidak saja besar dalam kuantitas tetapi juga dalam bentuk produk dan jasa yang berkualitas, kemampuan daya beli sebagian besar umat Islam di negara anggota OIC juga tinggi, PDB negaranegara OIC lebih dari USD6,7 triliun dolar.

4.3 Bisnis Global
Penduduk muslim dunia dewasa ini yang mencapai 1,6 miliar yang merupakan 25% dari total penduduk dunia (6,8 miliar) dengan PDB sebesar USD6,7 triliun dalam satu tahun. Dengan pertumbuhan mencapai 6,3% per tahunnya di negara-negara OIC, kondisi ini sebenarnya merupakan peluang bisnis global. Sayangnyasebagian penyedia produk dan jasa yang dibutuhkan kaum muslimin disediakan dan diproses sebagian besar oleh bukan negara-negara OIC.
Penyedia (penyuplai) daging sapi, kambing, dan ayam bagi negara-negara OIC adalah Australia, Selandia Baru dan Brasil. Adapun untuk negara penghasil produk olahan multinasional adalah seperti Nestle (Swiss), Carrefour (Prancis), Saffron Road (USA), Tesco (UK), ARMAN (China) dan Marrybrown (Malaysia). Demikian pula negara produsen terbesar untuk pakaian muslim, China, produk media recreation dikuasai oleh Singapura. Indonesia baru dikenal sebagi produsen mi instan (Indomie) dari Indofood dan menguasai kawasan Timur Tengah dan Afrika.
Dari data-data di atas dapat dikatakan bahwa negara-negara non OIC-lah yang hingga saat ini melayani supply chain produk dan jasa halal. Negaranegara OIC lebih banyak hanya menjadi konsumen produk dan jasa tersebut.

4.4 Tantangan ke Depan
Tantangan bagi negara-negara OIC terutama Indonesia tentunya harus memberikan iklim yang kondusif bagi tumbuhnya industri produk dan jasa halal. Tentunya harus didukung dengan standar produk dan jasa halal serta sertifikasi secara sistematis dan terpadu dari hulu hingga hilir. Untuk sertifikasi halal bagi negara OIC diperlukan saling menghargai proses sertifikasi di negara-negara OIC yang dilakukan oleh negara masing masing (mutual recognition ), dengan demikian produktivitas dan inovasi dari produkproduk dan jasa halal di negara OIC bisa terus ditingkatkan dan berkembang.
Dari perspektif pelayanan kepada wisatawan mancanegara dan wisatawan Nusantara, halal lifestyle /produk dan jasa halal merupakan tambahan pelayanan, extended services . Dari sisi bisnis juga memperluas jangkauan bisnis, oleh karena itu Singapura, Malaysia, Korea, dan lain-lain sudah menyediakan panduan online maupun offline /guide book bagi traveller muslim yang berkunjung ke negara-negara tersebut sebagai tambahan pelayanan.
Sudah saatnya bagi pebisnis Indonesia memperluas usaha dalam sektor halal lifestyle yang sangat prospektif baik bagi kebutuhan Indonesia maupun negara-negara OIC. Angka-angka di atas telah menjawab prospektif tersebut. Indonesia tentu tidak lagi menjadi konsumen tetapi bisa menjadi produsen. Lebih lagi Indonesia mempunyai sumber daya alam dan lahan yang relatif luas untuk pertanian, perkebunan dan peternakan serta perikanan terutama ikan dan laut.
Tantangan ke depan sudah waktunya kita susun program yang semakin terarah dan terintegrasi untuk pengembangan halal lifestyle . Kebijakan dan regulasi pemerintah yang memberikan lingkungan yang kondusif, dukungan dari sektor keuangan bank dan keuangan syariah maupun konvensional harus dipadukan untuk memberikan peluang bisnis bagi pengusaha Indonesia. (Sapta Nirwandar , Praktisi Dunia Pariwisata)
Masalah sertifikasi halal, sempat menjadi perdebatan, dimana kebijakan untuk melakukan sertifikasi halal ditolak oleh sebagian pengusaha. Penolakan terhadap sertifikasi halal ini sebenarnya merupakan suatu kemunduran jika dilihat dari perkembangan permintaan produk-produk halal dunia. Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir ini, permintaan akan produk-produk halal meningkat pesat, bahkan peningkatannya mencapai hampir 100 persen. Meningkatnya permintaan akan produk-produk halal ini telah menjadi insentif bagi sejumlah negara untuk mendirikan lembaga sertifikasi halal. Upaya melakukan sertifikasi halal tidak hanya di negara-negara mayoritas muslim, namun juga di negara-negara dengan jumlah muslim minoritas, seperti New Zealand, Philippina, Thailand dan sebagian negara Eropa. Bahkan beberapa negara berniat menjadikan negaranya menjadi pusat produksi produk halal dunia. Tulisan di bawah ini akan memaparkan secara sekilas tentang prospek perkembangan produk halal di dunia, dan strategi apa yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi perkembangan produk-produk halal dunia.
4.5 Perkembangan Produk  Halal Dunia dan beberapa Negara
Saat ini, permintaan akan produk-produk halal secara global terus mengalami peningkatan. Untuk Pasar Asia Tenggara, ekspor produk halal mencapai 100 juta dollar. Jumlah ini mengalami peningkatan 100% dibandingkan tahun sebelumnya, yang hanya mencapai 50 juta dolar.  Sementara volume perdagangan produk halal dunia mencapai angka 200 miliar dolar. Data lain menyebutkan bahwa industri produk halal  mencapai 547 milyar dolar, dan  dalam waktu dekat mencapai 1 Trilyun dollar.(www.republika.com)
Menurut Irfan Sungkar, Direktur Global Food Research and Advisory Sdn Bhd di Kuala Lumpur mengatakan bahwa pasar produk halal di negara-negara besar di Asia, seperti Indonesia, China, Pakistan dan India, rata-rata tumbuh sekitar tujuh persen pertahun dan diperkirakan mencapai dua kali lipat dalam 10 tahun ke depan. Sementara di Uni Eropa, meski jumlah penduduk Muslimnya minoritas dan jumlahnya sedikit, pertumbuhannya besar karena daya beli yang tinggi, seperti di Perancis dan Belanda. Contohnya, muslim di Perancis membelanjakan 30 persen penghasilannya untuk makanan halal. Kuantitas konsumsi makanan daging sekitar 400 ribu metrik ton setahunnya. Sedangkan di Belanda, makanan halal tidak hanya dikonsumsi Muslim, tetapi juga non Muslim, sehingga total permintaan pasar halal mampu mencapai 2,8 miliar dolar per tahun. Untuk Indonesia sendiri diperkirakan akan terjadi penambahan permintaan produk makanan daging halal mencapai 1,3 juta metrik ton setahunnya. Sedangkan negara Asia lainnya bisa mencapai dua juta metrik ton setahunnya. (www.halalguide.com, 23 Mei 2007).
Di Filipina, merespon dari peningkatan permintaan produk-produk bersertifikat halal telah mendorong perusahaan untuk melakukan sertifikasi produknya. Saat ini sekitar 50 perusahaan telah mendapatkan sertifikasi halal yang dikeluarkan oleh Dewan Dakwah Islam Filipina (IDCP). Jumlah ini terus mengalami peningkatan, dan saat ini jumlah makanan yang telah disertifikasi  halal mencapai 450 jenis. Selain Filipina, negara minoritas muslim yang saat ini tengah mempersiapkan diri untuk menjadi produsen produk halal adalah Thailand. Negara ini juga menyiapkan wilayahnya untuk menjadi sentra produk halal dunia. Selandia Baru, sebagai negara yang terkenal akan pengekspor daging ke berbagai penjuru dunia, telah menggiatkan sertifikasi halal sejak lama. Hampir 80 persen dari perusahaan daging yang ada di Selandia Baru sudah mendapat sertifikasi halal. Hal ini karena tujuan ekspor nya sebagian besar adalah Timur Tengah. Bahkan saat ini tengah membidik pasar Asia Tenggara di mana jumlah penduduk muslim mayoritas.
Malaysia adalah salah satu negara yang cukup serius dalam mengembangkan produk-produk halal di dunia.  Beberapa usaha yang dilakukan dalam mengambangkan produk halal ini antara lain pendirian Halal Industry Development Corporation (HDC) dan pembangunan zona industri halal. Bahkan halal menjadi standard global bagi semua produk dan jasa.(www.eramuslim.com)
Usaha Pemerintah Malaysia lainnya adalah dengan membuat portal internet sebagai mediasi dalam perdagangan produk-produk halal dan sertifikasi halal di seluruh dunia. Hal lain yang dilakukan adalah dengan membangun infrastruktur berteknologi tinggi.Untuk membangun infrstruktur ini, pemerintah Malaysia melakukan kerjasama dengan sejumlah pihak seperti perbankan, industri TI, ataupun sejumlah universitas. Salah satu bentuk kerjasama yang telah dilakukan adalah dengan Microsoft Corporation, CIMB Islamic bank, Universitas Culalongkorn- Thailand dan Al Islami Foods perusahaan makanan yang berkedudukan di Dubai.
Sejumlah produsen besar dunia saat ini telah melirik Malaysia sebagai tempat untuk berinvestasi  produk halal.  Salah satunya adalah Perusahaan Nestle. Nestle adalah salah satu perusahaan MNC pertama yang telah berinvestasi di Malaysia pada bulan  September 2006.(www.halaljournal.com). Selain Nestle, sejumlah perusahaan juga berniat untuk melakukan hal yang sama.  Pertimbangannya sangat jelas. Dengan memproduksi makanan halal di Malaysia, mereka dapat melakukan ekspansi pasar ke Timur Tengah yang saat ini merupakan tujuan utama dari pasar produk halal.
4.6 Tiga Alasan Utama mengapa Produk Halal diminati
Mengapa permintaan akan produk halal meningkat? Setidaknya, fenomena ini bisa dijelaskan dengan 3 hal. Pertama, aspek halal dan thoyyib merupakan salah satu aspek yang diperhatikan bagi umat islam dalam mengkonsumsi.1 Halal disini tidak saja dilihat dari zat yang dikonsumsi namun juga halal dalam perolehannya. Dalam hal ini uang yang digunakan untuk mendapatkan barang atau jasa itu pun harus halal, misalkan hasil dari kerja yang halal, bukan mencuri, bukan uang atas riba dan bukan pula uang hasil dari korupsi. Halal zatnya dalam hal apa yang dikonsumsi harus mengikuti kaidah-kaidah al quran seperti bukan bangkai, dan juga makanan yang diharamkan lainnya seperti minum-minuman yang dapat mengganggu akal, seperti arak dan alkohol.2
Selain memperhatikan masalah kehalalan, dalam mengkonsumsi ummat islam juga harus memperhatikan masalah toyyib. Toyyib merupakan bahasa arab yang jika di Indonesia kan berarti baik. Baik dalam hal ini bagi yang mengkonsumsi juga dampaknya bagi lingkungan sekitar. Misalkan es, ini merupakan suatu yang halal, namun bagi orang yang sakit bisa jadi es ini bukan sesuatu yang thoyyib, karena tidak baik untuk kesehatan kita. Dalam lingkup yang lebih besar, thoyyib tidak hanya mencakup kebaikan bagi individu namun juga mencakup kebaikan yang lebih besar. Misalkan ketika suatu barang diproduksi menimbulkan dampak yang lebih besar untuk kerusakan lingkungan, maka barang tersebut bukan termasuk yang thoyyib. Meningkatnya kesadaran masyarakat muslim akan syariah Islam, maka akan berdampak positif dalam permintaan produk-produk halal.
Faktor kedua yang meningkatkan permintaan akan produk halal adalah meningkatnya preferensi masyarakat non muslim untuk mengkonsumsi produk-produk berlabel halal. Fenomena ini terlihat di Filiphina, negara dengan penduduk muslim minoritas (hanya 10 persen dari total penduduk sebanyak 84 juta jiwa). Fenomena ini juga terjadi di Prancis dan negara-negara Eropa lainnya. Preferensi akan produk-produk halal ini salah satunya  terkait dengan masalah kualitas yang lebih terjamin dan hiegienitas produk-produk halal.(www.muallaf.com)
Faktor 3, yang menyebabkan meningkatnya produk-produk halal ini  tidak terlepas dari meningkatnya harga minyak dunia. Beberapa saat lalu harga minyak dunia mencapai 82 $ dollar per barelnya. Suatu harga yang belum pernah dicapai sebelumnya. Meningkatnya harga minyak dunia ini, berarti meningkat pula pendapatan masyarakat Timur tengah yang secara tidak langsung akan meningkatkan daya beli dan konsumsi masyarakat mereka. Hal ini mendorong negara-negara pengekspor makanan ke Timur Tengah sangat giat dalam melakukan sertifikasi halal sebagai upaya peningkatan kualitas produknya. Termasuk salah satunya New Zealand, negara pengekspor daging terbesar di dunia.
4.7 Bagaimana Peluang pasar bagi Indonesia?
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia. Dengan melihat pasar ini, tentunya sertifikasi halal merupakan suatu hal yang niscaya. Karena memproduksi, dan mendistribusikan produk-produk halal berarti melindungi konsumen yang mayoritasnya muslim.
Selain melindungi konsumen muslim di dalam negeri, produk-produk halal Indonesia juga berpeluang memasuki pasar ekspor dunia. Untuk pasar Eropa misalnya, produk halal asal Indonesia dinilai masih terbuka lebar. Hal ini dinyatakan dengan jelas oleh Antoine Bonnel, Ethnic Food Marketing Algodoal dalam acara seminar "halal food market in France and European Union" pada awal Februari 2007 lalu. Selain itu, menurut Kepala Pusat Pengembangan Pasar wilayah Eropa Badan Pengembangan Ekspor Nasional, Los Nus Nozulia Ishak mengatakan dalam acara tersebut bahwa , potensi pasar Uni Eropa untuk produk halal nilainya mencapai 15 miliar euro (www.tempointeraktif.com, 4 Februari 2005), jumlah itu diperoleh dari 20 juta muslim selain Turki yang ada di Uni Eropa.
Produk yang berpeluang untuk masuk di pasar Uni Eropa diantaranya berbagai macam makanan seperti daging, biskuit, susu, yughort, mi, selai dan makanan ringan lainnya. Produk-produk ini pada dasarnya sudah dapat diproduksi sendiri oleh pengusaha Indonesia.
Selain pasar Uni Eropa, pasar produk halal untuk 1,8 miliar konsumen muslim yang tersebar di 112 negara mencapai US$ 150 milliar. Hal ini diluar pertumbuhan konsumsi produk halal yang diperkirakan berpotensi meningkat sampai dengan 500 miliar dolar per tahun. (www.halalguide.com, 11 November 2006). Sementara ekspor produk halal Indonesia pada tahun 2004 baru mencapai US$ 54,1 miliar. Hal ini menggambarkan suatu Peluang yang besar Bagi Indonesia untuk masuk dalam ekspor produk halal dunia
4.8 Bagaimana Untuk Meningkatkan Ekspor Produk Halal
Tidak hanya peluang pasar ekspor bagi produk halal Indonesia yang terbuka lebar, namun juga pasar dalam negeri di Indonesia, yang notabene mayoritas muslim. Potensi pasar ini sudah menjadi perhatian banyak negara. Sehingga jika Indonesia tidak jeli dalam melihat peluang ini, maka pasar produk halal di dalam negeri akan dimasuki oleh produk-produk halal dari luar negeri. Sehingga untuk bisa menjadi eksportir produk halal dunia, dan untuk menjadi raja di negeri sendiri, maka yang harus dilakukan adalah sertifikasi produk halal. Diharapkan sertifikasi tidak hanya dilakukan untuk perusahaan-perusahaan yang berskala besar namun juga usaha menengah dan kecil bahkan kalau bisa untuk usaha-usaha rumah tangga.
Mahalnya biaya dalam proses sertifikasi halal, menjadi peluang khusus bagi bank syariah. Karena sebagaimana diketahui bahwa bank syariah hanya memberikan pembiayaan untuk usaha-usaha yang halal, dan tidak untuk yang haram (misalkan pabrik minuman keras, dll). Dengan sertifikasi halal ini, bisa mengajukan pinjaman ke bank syariah sehingga bank syariah yang saat ini cenderung over likuiditas karena sulit untuk mencari nasabah juga jadi dapat menyalurkan pembiayaannya. Upaya ini telah dilakukan oleh bank-bank syariah di Malaysia, yang salah satunya adalah CIMB Islamic Bank Bhd yang memberikan pembiayaan untuk sertifikasi produk, dan membangun infrastruktur untuk proses sertifikasi halal. Bahkan mereka juga melengkapinya dengan sejumlah kebijakan seperti biaya yang lebih murah dibandingkan dengan perbankan konvensional, membuka jaringan kantor cabang yang lebih banyak sehingga mudah diakses masyarakat. Bank Islam ini juga memfasilitasi bagi sejumlah usaha kecil untuk masuk dalam suatu pasar.(www.republika.co.id)
Untuk usaha-usaha mikro, usaha yang dilakukan antara lain dengan mencantumkan komposisi bahan baku dari produk-produknya secara transparan. Sehingga dengan demikian masyarakat dapat melihat apakah produknya halal dan baik untuk dikonsumsi atau tidak. Produk-produk dari industri rumah tangga ini minimal dapat memenuhi pasar produk halal di dalam negeri. Sedangkan untuk usaha yang lebih besar dapat meluaskan pangsa pasarnya sampai kepada pasar luar negeri.

4.9 Pengawasan Makanan Halal
Menurut Pasal 30 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Sebagaimana telah dikemukakan pada sub-bab sebelumnya, bahwa pencantuman sertifikasi label halal dalam kemasan pangan sampai saat ini masih belum merupakan suatu kewajiban, sehingga dalam kenyataannya sering kali pihak produsen mencantumkan label halal pada produk yang mereka jual, namun  tidak sesuai dengan kondisi barang yang sebenarnya ataupun pencantuman tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.  Sebagaimana disebutkan dalam ketentuan UUPK, bahwa yang menjadi salah satu hak konsumen adalah memperoleh informasi yang benar dan jelas perihal produk yang dibelinya. Pencantuman label halal yang tidak sesuai dengan ketentuan yang seharusnya pada akhirnya baik secara langsung maupun tidak langsung telah merugikan konsumen karena dalam kondisi yang demikian telah menimbulkan suatu keragu-raguan atas kebenaran label yang tertera tersebut.  Perilaku yang dilakukan oleh pihak produsen dengan mencantumkan label halal yang tidak sesuai dengan standar yang berlaku pada produk yang dijualnya pada dasarnya telah melanggar hak konsumen dan ketentuan syarat administrative yang ada. Oleh karena itu demi menegakan dan menjamin hak-hak konsumen, maka diperlukan adanya pengawasan terhadap barang yang beredar di pasaran.
Ketentuan perihal pengawasan terhadap produk pangan yang beredar, dapat  ditemukan dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan  aspek labelisasi dan produk pangan sebagaimana telah disebutkan pada sub-bab terlebih dahulu. Namun demikian, berkaitan dengan kedudukan UUPK sebagai perekat dari beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut, maka dalam hal ini akan dikemukakan perihal pengawasan sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan UUPK.
Dalam ketentuan pasal 29 UUPK disebutkan bahwa:
(1) Pemerintah bertanggung jawab atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen yang menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha. 
(2) Pembinaan oleh pemerintah atas penyelenggaraan perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri dan/atau menteri teknis terkait. 
(3) Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan koordinasi atas penyelenggaraan perlindungan konsumen. 
(4) Pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi upaya untuk :
a. terciptanya iklim usaha dan tumbuhnya hubungan yang sehat antara  pelaku usaha dan konsumen; 
b. berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;
c. meningkatnya kualitas sumber daya manusia serta meningkatnya penelitian dan pengembangan di bidang perlindungan konsumen. 
Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam pasal tersebut dengan jelas dapat dilihat bahwa dalam hal ini pemerintah memegang peranan yang sangat penting dalam penerapan penyelenggaraan Perlindungan Konsumen, adapun salah satu cara yang ditempuh guna tegaknya perlindungan konsumen tersebut adalah melalui Pengawasan. 
Pengawasan adalah salah satu faktor yang memberi perlindungan kepada konsumen atas peredaran barang dan/atau jasa di pasaran. Ketentuan Pasal 30  UUPK menyebutkan bahwa:
(1) Pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen serta penerapan ketentuan peraturan perundang-undangannya diselenggarakan oleh pemerintah, masyarakat, dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat. 
(2) Pengawasan oleh pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri dan/atau menteri teknis terkait. 
(3) Pengawasan oleh masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat dilakukan terhadap barang dan/atau jasa yang beredar di pasar. 
(4) Apabila hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ternyata menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang berlaku dan membahayakan konsumen, Menteri dan/atau menteri teknis mengambil tindakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 
(5) Hasil pengawasan yang diselenggarakan masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat dapat disebarluaskan kepada masyarakat dan dapat disampaikan kepada Menteri dan menteri teknis. 
(6) Ketentuan pelaksanaan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Berdasarkan bunyi ketentuan tersebut dapat dilihat bahwa  pada dasarnya Pengawasan dapat dilakukan oleh pemerintah maupun oleh LPKSM danmasyarakat.
Dalam melaksanakan pengawasan, pihak pemerintah dalam hal ini berwenang untuk melakukan pengawasan tersebut sejak proses produksi, penawaran,promosi, pengiklanan dan cara menjual sampai barang dan/atau jasa tersebut beredar di pasaran. Mengingat luasnya aspek pengawasan, dalam ketentuan tersebut, terutama dalam ketentuan pasal 30 ayat (2) UUPK dapat dilihat bahwa dalam melaksanakan pengawasan tersebut diperlukan adanya koordinasi atau kerja sama diantara para stakeholder penyelenggara perlindungan konsumen, khususnya koordinasi diantara sesama instansi terkait seperti Departemen Perdagangan, Departemen Kesehatan, Departemen Pertanian, Departemen Perhubungan, Badan POM, dan beberapa Departemen terkait lainnya. Adapun jenis pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah ini terdiri dari dua macam,yakni pengawasan berkala dan pengawasan khusus.
Pengawasan dalam hal ini dapat pula dilakukan oleh masyarakat dan Lembaga Non Pemerintah sebagaimana yang diamanatkan dalam UUPK. Adapun yang menjadi kewenangan yang dimiliki oleh Masyarakat dan LPKSM dalam melaksanakan pengawasan tersebut adalah berupa pengawasan terhadap barang dan jasa yang sudah beredar di pasar, yang dalam hal ini berarti mengindikasikan bahwa kewenangan pengawasannya tidak seluas pengawasan yang dilakukan oleh pihak pemerintah. Pengawasan tersebut selain dilaksanakan atas penyelenggaraan perlindungan konsumen serta penerapan peraturan perundang-undangan, juga dilakukan terhadap barang dan/atau jasa yang beredar  dipasaran.
Adapun yang menjadi kriteria dalam melaksanakan pengawasan barang beredar dan jasa yang beredar di pasar, adalah sebagai berikut:
a. .Aspek keselamatan, Keamanan, Kesehatan dan Lingkungan (K3L) serta Moral Hazard;
b. .Dikonsumsi dan/atau digunakan oleh masyarakat banyak;
c. .Memiliki SNI atau persyaratan teknis lainnya;
d. Sudah ada Labolatorium penguji;
e. .Sering terjadi Pemalsuan, Penipuan, pengelabuan (kadar, purna jual, label dsb).
Berdasarkan kriteria pengawasan tersebut, maka bentuk pengawasan terhadap barang yang beredar dipasar dilakukan dengan cara penelitian, pengujian dan/atau survey. Aspek yang diawasi meliputi pemuatan informasi tentang resiko penggunaan barang, pemasangan dan kelengkapan info pada label /kemasan,pengiklanan dan lain-lain, sebagaimana yang diisyaratkan oleh peraturan perundang-undangan dan praktek perdagangan. 
 ditinjau dari kriteria aspek pengawasan sebagaimana dan pengaturannya dalam ketentuan perundang-undangan di Indonesia sebagaimana telah disebutkan diatas, maka dapat dilihat bahwa pada dasarnya sampai saat ini belum terdapat suatu ketentuan yang secara tegas dan khusus mengatur tentang ”Pengawasan terhadap peredaran produk halal”, oleh karena itu maka pengawasan terhadap produk halal sampai saat ini merupakan bagian dan menjadi bagian dari pengawasan pada umumnya. Mengingat belum adanya suatu ketentuan dan badan khusus yang mengatur  tentang pengawasan terhadap produk halal, maka terhadap kegiatan pengawasan tersebut masih berinduk dan berpayung pada ketentuan pasal 30 UUPK yang mengatur tentang pengawasan. Dalam ketentuan pasal tersebut disebutkan bahwa dalam melaksanakan pengawasan diperlukan adanya koordinasi diantara para penyelenggara kegiatan pengawasan tersebut. Yakni koordinasi yang dilakukan oleh pemerintah yang membawahi bidang-bidang terkait dengan masyarakat dan LPKSM selaku pihak yang menyelenggarakan kegiatan pengawasan tersebut