DAFTAR ISI
Halaman Judul ……………………………………………………………………….... i
Kata Pengantar ……………………………………………………..………………….. ii
Daftar Isi ………………………………………………………………..……….. iii
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………….… 1
1.1 Latar
Belakang ………………………………………….… 1
1.2 Rumusan Masalah ….……..……………………...……….... 2
1.3 Tujuan Penelitian ….………………………………………. 2
BAB II LANDASAN TEORI …………………………………………………….. 4
2.1 Pengertian
Pemasaran ………..……………………….………… 3
2.2 Pengertian
Pemasaran Syariah ………………………………… 3
2.3 Dasar
Pemasaran Syariah ……………………..…...…….. 3
2.4 Konsep
Pemasaran ……………………………………...…… 3
2.5 Kriteria
suatu produk makanan yang memenuhi syarat kehalalan 4
2.6 Masa
berlaku sertifikat halal ………………………………… 5
2.7 Prosedur
perpanjangan sertifikat halal ………………………... 5
BAB III PEMBAHASAN ……………………………………………………. 6
3.1 Kemampuan
Pemasaran UKM ………………………………… 6
3.2 Strategi
Pemasaran UKM Makanan Halal …………………... 7
3..3 Etika
Profesional Sebagai Pengusaha Islam ….…………….. 7
3.4 Falsafah
Tauhid Memberikan Misi yang Jelas Dalam Bisnis….. 7
3.5 Falsafah
Tauhid Membentuk Etika Dalam Bisnis ……………... 8
3.6 Panduan
Strategi Pemasaran ………………………………… 11
BAB IV REKOMENDASI ………………………………………………….… 14
4.1 Perkembangan
Produk Makanan Halal ……………………… 14
4.2 Kontribusi
Ekonomi Global …………………………….. 14
4.3 Bisnis
Global ………………………………………………… 15
4.4 Tantangan
ke Depan ………………………………………. 15
4.5 Perkembangan
Produk Halal Dunia dan beberapa Negara … 16
4.6 Tiga
Alasan Utama mengapa Produk Halal diminati
…….. 17
4.7 Bagaimana
Peluang pasar bagi Indonesia? ………………… 18
4.8 Bagaimana
Untuk Meningkatkan Ekspor Produk Halal …… 18
4.9 Pengawasan
Makanan Halal …………………………….. 19
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….. 22
LAMPIRAN ……………………………………………………………….…… 23
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Indonesia sekarang termasuk negara Islam yang dihormati dan dipandang
tinggi oleh negara Islam yang lain. Ini karena hukum-hukum islam yang mulai
diterapkan di berbagai bidang di Indonesia. Perkembangan dalam perdagangan makanan
juga tidak ketinggalan, makanan dengan Label Halal mulai dilirik oleh seluruh
orang baik muslim maupun non muslim. industri makanan halal di Indonesia
menunjukkan potensi yang besar dari segi peningkatan keuntungan melalui peluang
bisnis yang dapat ditelusuri dalam pasar produk halal ini. Selain itu, kini
permintaan terhadap pasar makanan halal yang diperkirakan meningkat menyusul
peningkatan jumlah penduduk yang semakin besar mencapai 255 juta jiwa pada
tahun 2015 ini. Dengan komposisi 85% penduduk muslim atau sekitar 216 juta
penduduk muslim. (Suryodiningrat, Meidyatama (2006-10-02). "Who Are
Indonesians?". The Jakarta Post) . Ini juga didasarkan pada peningkatan
jumlah pengguna produk dan makanan halal yang tidak hanya diminati umat muslim
saja. Produk Halal yang sudah pasti menyehatkan diminati semua orang tanpa
memandang agama apapun.
Tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang mencapai di atas
enam persen (6,5%), membuat potensi sektor UKM (Usaha Kecil Menengah) masih
relatif tinggi di Indonesia. Berbicara mengenai pemasaran UKM, menurut salah
satu penelitian pada perguruan tinggi di Inggris ternyata pemasaran UKM
cenderung terjadi secara spontan, apa adanya dan tidak terarah. Salah satu
alasannya adalah karena model perencanaan strategi pemasaran UKM adalah lebih
fleksibel dan tidak terlalu pusing dengan perencanaan yang berbelit-belit
(Parrot, 2010).
Untuk skala bisnis kecil seperti UKM tentunya memiliki strategi
pemasaran yang berbeda dengan perusahaan besar. UKM biasanya memiliki budget
pemasaran yang terbatas, sehingga diperlukan kreatifitas untuk menemukan cara
yang efektif dalam memasarkan produk atau jasa dengan biaya pemasaran yang
rendah atau bahkan tidak memerlukan biaya
Berkembangnya Industri Kreatif di Indonesia membuat munculnya banyak UKM
makanan baru yang muncul, UKM ini rata-rata dimiliki oleh kaum muda. Indonesia yang terkenal sebagai sebuah
negara Islam harusnya berjuang menjaga hak-hak masyarakat. Sistem keuangan dan perbankan Islam
serta produk keuangan lain yang berlandaskan hukum juga sudah berkembang di Indonesia.
Keberhasilan negara dalam memimpin pengembangan
sistem halal dalam sektor makanan harus dimanfaatkan sepenuhnya oleh masyarakat
pedagang dan produsen khususnya UKM yang rata-ratanya terlibat dalam bisnis
makanan. Pengusaha industri kecil merupakan tulang belakang ke basis industri
negara. Pertumbuhan industri kecil didukung sepenuhnya oleh pemerintah dengan
menyediakan berbagai rencana, program,mekanisme dan bantuan.
Berbagai faktor diperlukan untuk mencapai
kesuksesan di dalam bisnis antaranya keterampilan manajemen, staf yang efisien,
sumber keuangan yang kokoh, produk dan layanan yang baik dan yang paling utama
adalah pelanggan yang banyak dan setia. Pemasaran adalah aspek terpenting dalam
upaya menarik minat para pelanggan karena tanpa pelanggan tidak wujudlah
bisnis. Masalah pemasaran adalah masalah universal yang turut dialami oleh
semua pedagang tidak peduli latar belakang maupun ukuran bisnis mereka.
Pemasaran jugalah yang menjadi tantangan besar yang dihadapi oleh pengusaha
kecil dalam bisnis makanan halal. Justru, mereka harus memberi penekanan yang
lebih berat kepada strategi pemasaran mereka. Produk yang baik tidak
akan terjual dengan sendirinya tanpa usaha untuk memasarkan, mempromosikan dan
mengiklankan produk tersebut. Meskipun mereka tidak memiliki kemampuan yang
sama dari segi modal untuk tujuan pemasaran jika dibandingkan dengan
pengusaha-pengusaha besar namun mereka harus cerdas mencari peluang dan
jaringan bisnis yang baik. Para pengusaha termasuk pengusaha kecil juga harus
memiliki kepekaan yang tinggi terhadap lingkungan mereka.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Bagaimana kemampuan pemasaran UKM Makanan Halal ?
2. Bagaimana Strategi Pemasaran UKM Makanan Halal ?
3. Bagaimana Etika Profesional Sebagai Pengusaha Islam ?
4. Bagaimana Panduan Strategi Pemasaran Syariah Bagi UKM Makanan Halal ?
1.3 Tujuan
Penulisan
Penulisan ini bertujuan menjelaskan strategi pengusaha kecil dan
menengah memasarkan produk makanan halal di Indonesia beserta berbagai manfaat
dan prospek penjualan makanan Halal serta Pentingnya Label Halal dalam memasarkan hasil produk makanan halal oleh UKM ke pasar.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Pengertian Pemasaran
Pemasaran adalah salah satu kegiatan pokok yang perlu dilakukan oleh
perusahaan baik itu perusahaan barang atau jasa dalam upaya untuk
mempertahankan kelangsungan hidup usahanya. Hal tersebut disebabkan karena
pemasaran merupakan salah satu kegiatan perusahaan, di mana secara langsung
berhubungan dengan konsumen. Maka kegiatan pemasaran dapat diartikan sebagai
kegiatan manusia yang berlangsung dalam kaitannya dengan pasar. Kotler (2001)
mengemukakan definisi pemasaran berarti bekerja dengan pasar sasaran untuk
mewujudkan pertukaran yang potensial dengan maksud memuaskan kebutuhan dan
keinginan manusia. Sehingga dapat dikatakan bahwa keberhasilan pemasaran
merupakan kunci kesuksesan dari suatu perusahaan.
Menurut Stanton (2001), definisi pemasaran adalah suatu sistem
keseluruhan dari kegiatan-kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan,
menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang atau jasa yang
memuaskan kebutuhan baik kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial.
Dari definisi tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pemasaran
merupakan usaha terpadu untuk menggabungkan rencana-rencana strategis yang
diarahkan kepada usaha pemuas kebutuhan dan keinginan konsumen untuk memperoleh
keuntungan yang diharapkan melalui proses pertukaran atau transaksi. Kegiatan
pemasaran perusahaan harus dapat memberikan kepuasan kepada konsumen bila ingin
mendapatkan tanggapan yang baik dari konsumen. Perusahaan harus secara penuh
tanggung jawab tentang kepuasan produk yang ditawarkan tersebut. Dengan
demikian, maka segala aktivitas perusahaan, harusnya diarahkan untuk dapat
memuaskan konsumen yang pada akhirnya bertujuan untuk memperoleh laba.
2.2 Pengertian Pemasaran Syariah
Pemasaran Syariah
adalah Disiplin bisnis yang mengarahkan proses menciptakan, menawarkan, dan bertukar
nilai dari satu pemrakarsa kepada para pemangku kepentingan, dan seluruh proses harus sesuai dengan prinsip
muamalah dalam Islam.
2.3 Dasar
Pemasaran Syariah
Dasar Pemasaran Syariah adalah “Al-muslimuuna ‘alaa syuruuthihim Illa
syarthan harrama halaalan aw ahalla haraaman” (Kaum Muslimin terikat dengan
kesepakatan bisnis yang mereka buat kecuali kesepakatan yang mengharamkan yang
halal atau menghalalkan yang haram) (PPT MPS Pertemuan 1)
2.4 Konsep
Pemasaran
Pemasaran merupakan faktor penting untuk mencapai sukses bagi perusahaan
akan mengetahui adanya cara dan falsafah yang terlibat didalamnya. Cara dan
falsafah baru ini disebut konsep pemasaran (marketing concept). Konsep
pemasaran tersebut dibuat dengan menggunakan tiga faktor dasar yaitu:
1. Saluran
perencanaan dan kegiatan perusahaan harus berorientasi pada konsumen/ pasar.
2. Volume
penjualan yang menguntungkan harus menjadi tujuan perusahaan, dan bukannya
volume untuk kepentingan volume itu sendiri.
3. Seluruh
kegiatan pemasaran dalam perusahaan harus dikoordinasikan dan diintegrasikan
secara organisasi.
Menurut Swastha dan Irawan, (2005 : 10) mendefinisikan konsep pemasaran
sebuah falsafah bisnis yang menyatakan bahwa pemuasan kebutuhan konsumen
merupakan syarat ekonomi dan sosial bagi kelangsungan hidup perusahaan. Bagian
pemasaran pada suatu perusahaan memegang peranan yang sangat penting dalam
rangka mencapai besarnya volume penjualan, karena dengan tercapainya sejumlah
volume penjualan yang diinginkan berarti kinerja bagian pemasaran dalam
memperkenalkan produk telah berjalan dengan benar. Penjualan dan pemasaran
sering dianggap sama tetapi sebenarnya berbeda.
Tujuan utama konsep pemasaran adalah melayani konsumen dengan
mendapatkan sejumlah laba, atau dapat diartikan sebagai perbandingan antara
penghasilan dengan biaya yang layak. Ini berbeda dengan konsep penjualan yang
menitikberatkan pada keinginan perusahaan. Falsafah dalam pendekatan penjualan
adalah memproduksi sebuah pabrik, kemudian meyakinkan konsumen agar bersedia
membelinya. Sedangkan pendekatan konsep pemasaran menghendaki agar manajemen
menentukan keinginan konsumen terlebih dahulu, setelah itu baru melakukan
bagaimana caranya memuaskan.
2.5 Kriteria
suatu produk makanan yang memenuhi syarat kehalalan adalah:
Tidak mengandung babi dan bahan yang berasal dari babi Tidak mengandung
bahan-bahan yang diharamkan, seperti bahan-bahan yang berasal dari organ
manusia, darah, kotoran-kotoran dan lain sebagainya. Semua bahan berasal dari
hewan halal yang disembelih menurut syariat Islam. Semua tempat penyimpanan,
tempat penjualan, pengolahan, tempat pengolahan dan transportasinya tidak boleh
digunakan untuk babi. Dan, semua makanan dan minuman yang tidak mengandung
khamar (minuman beralkohol)
Pada prinsipnya
sertifikat halal merupakan dokumen hukum yang bersifat kedinasan. Ada beberapa
prosedur yang harus dilalui untuk memperoleh dokumen tersebut, di antaranya:
Setiap
produsen yang menginginkan sertifikat halal bagi produknya harus terlebih
dahulu mengisi formulir pendaftaran yang telah tersedia dengan menyertakan
hal-hal berikut:
Spesifikasi
dan sertifikasi halal bahan baku, bahan tambahan, dan bahan penolong serta
bagian alir proses; Sertifikasi halal atau surat keterangan halal dari MUI
daerah (produk lokal) atau sertifikasi halal dari lembaga Islam yang telah
diakui oleh MUI (produk impor) untuk bahan yang berasal dari hewan dan
turunannya; Sistem jaminan halal yang dipaparkan dalam panduan halal beserta
prosedur baku pelaksanaannya.
Tim auditor
LP POM MUI akan melakukan audit ke lokasi produsen. Hal itu dilakukan setelah
formulir telah dikembalikan ke LP POM dan diperiksa kelengkapannya. Hasil audit
dan laboratorium dievaluasi dalam rapat tenaga ahli LP POM MUI. Jika memenuhi
persyaratan maka dibuat laporan hasil audit untuk diajukan kepada sidang komisi
fatwa MUI dengan tujuan untuk diputuskan status kehalalannya.
Sidang
komisi fatwa MUI dapat menolak laporan hasil audit. Penolakan tersebut
dikarenakan persyaratan yang telah ditentukan belum terpenuhi. Sertifikat halal
dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia setelah ditetapkan status kehalalannya
oleh Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia.Perusahaan yang produknya telah
mendapat sertifikat halal harus mengangkat auditor halal internal sebagai
bagian dari sistem jaminan halal. Jika kemudian ada perubahan dalam penggunaan
bahan baku, bahan tambahan, atau bahan penolong pada proses produksinya maka
pihak auditor halal internal diwajibkan segera melapor untuk mendapatkan
“ketitiberatan penggunaannya”
2.6 Masa
berlaku sertifikat halal :
Sertifikat halal hanya berlaku selama dua tahun. Untuk daging ekspor,
surat keterangan halal diberikan untuk setiap pengapalan.Tiga bulan sebelum
berakhir masa berlakunya sertifikat, LP POM Majelis Ulama Indonesia akan
mengirim surat pemberitahuan kepada produsen yang bersangkutan.Dua bulan
sebelum berakhir masa berlakunya sertifikat, produsen harus mendaftarkan
produknya kembali utuk sertifikat halal yang baru. Produsen yang tidak
memperbaharui sertifikat halalnya, tidak diizinkan lagi menggunakan sertifikat
halal tersebut. Kemudian sertifikat halal itu dihapus dari daftar yang terdapat
dalam majalah resmi LP POM Majelis Ulama Indonesia. Jika sertifikat halal
hilang, pemegang harus melaporkannya ke LP POM Majelis Ulama Indonesia.Sertifikat
halal yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama adalah milik MUI,. Oleh karena itu,
jika sesuatu hal diminta kembali oleh MUI maka pemegang sertifikat halal wajib
menyerahkannya. Keputusan Mejelis Ulama Indonesia yang didasarkan atas fatwa
MUI tidak dapat diganggu gugat.
2.7 Prosedur
perpanjangan sertifikat halal :
Jika produsen bermaksud memperpanjang sertifikat yang dipegangnya, harus
mengisi formulir pendaftaran yang telah disediakan. Pengisian formulir
disesuaikan dengan perkembangan terakhir produk. Perubahan bahan baku, bahan
tambahan, dan bahan penolong serta pengelompokan produk harus diinformasikan
kepada LP POM MUI.Produsen berkewajiban melengkapi dokumen terbaru tentang
spesifikasi, sertifikat halal, dan bagan alir proses. Jika hal ini sudah Anda
dapatkan, maka segera raih berbisnis sukses dengan sajian kuliner Anda.
BAB III
Pembahasan
3.1
Kemampuan Pemasaran UKM
Kemampuan dalam memasarkan hasil produk makanan
adalah tantangan utama yang dihadapi oleh para pengusaha kecil. Mereka sering
kali menghadapi masalah mendapatkan pasar. Mereka harus mengatur strategi
pemasaran dan mencari peluang-peluang jaringan bisnis secara bijak. Kebanyakan
mereka hanya memahami kebutuhan untuk memasarkan dan mempromosikan produk dan
layanan masing-masing dengan benar tetapi hanya segelintir saja yang mengetahui
secara mendalam seluk beluk untuk mencapainya. Bahkan sedikit saja yang memiliki
dana untuk melakukan promosi pemasaran. Dalam penelitian yang dilakukan oleh
sebuah universitas swasta, lebih dari 50% keseluruhan industri kecil yang dikaji mengaku memperoleh keuntungan
yang sangat kecil disebabkan oleh masalah pemasaran. Masalah ini ada hampir di
semua jenis bisnis industri kecil termasuk industri pembuatan makanan (Moha
Asri 1999: 39). Rahmah Ismail (1990) menemukan bahwa pengusaha menghadapi
masalah pembelian input dan pemasaran output. Mereka sangat tergantung pada
orang tengah dan kurang memiliki inisiatif dalam mencari pasar alternatif untuk
mendapatkan input dan memasarkan output. Jadi, pengusaha kecil tidak terkena
strategi dan pengalaman pemasaran langsung.
Masalah pemasaran sebenarnya berhubungan erat
dengan banyak sebab. Diantaranya, kurangnya pengusaha kecil industri makanan
yang memiliki sertifikasi halal. Hanya sekitar 15% pengusaha kecil makanan yang
memiliki sertifikasi halal. Ini mengakibatkan kurangnya 'market-share' yang
akan menyebabkan kurangnya peluang ke pasar global (Pidato Pembukaan Seminar
Halal Food Standards Réalisation , 5 Desember 2006). Menyadari
kebutuhan ini, pengusaha kecil harus memanfaatkan peluang bisnis yang ada dalam
industri halal untuk memperoleh manfaat dalam meningkatkan keuntungan karena
bidang makanan halal memiliki potensi yang besar dalam menghasilkan pendapatan.
Jika dilihat keterlibatan pengusaha kecil dalam
industri makanan halal masih kurang karena dikekangi dengan berbagai masalah
modal, persaingan, teknologi serta jaringan bisnis yang lemah di samping
kurangnya pengalaman dari aspek pemasaran dalam mengembangkan bisnis mereka.
Selain dari kurangnya kesadaran dalam mendapatkan sertifikasi halal, kebanyakan
pengusaha kecil makanan halal kurang berilmu tentang persyaratan pendaftaran hak
paten. Produk yang mereka hasilkan seharusnya didaftarkan agar tidak terjadi
pencurian hak milik mereka.
Dampak dari kurangnya kesadaran dalam mendapatkan
perlindungan kekayaan intelektual, pengusaha kecil juga menghadapi masalah
desain kemasan yang merupakan masalah utama dalam pemasaran produk UKM. Desain
kemasan merupakan elemen penting dalam menarik minat konsumen terhadap suatu
produk. Pengusaha bisa mendapatkan informasi tentang elemen desain ini melalui
pendaftaran di bawah kekayaan intelektual. Ada beberapa produk yang kurang
kualitas tetapi diyakini akan kehebatannya berdasarkan presentasi kemasan.
Namun begitu ada dari produk yang berkualitas tetapi tidak dapat mempengaruhi
pembeli karena kemasan yang kurang menarik.
Ini menyebabkan pengusaha tidak dapat memasarkan
produk mereka secara lebih meluas dan menyaingi produk tersedia di pasar.
Kekurangan modal, tingkat teknologi serta keterampilan pekerja rendah, desain
output dan kemasan kurang menarik serta tidak dapat memenuhi pesanan pelanggan
menyebabkan hasil keluaran produk UKM kurang berkualitas (Hasnah
& Faridah 1995: 22).
Azrina Sobian (2006) dalam tulisannya menyatakan barang halal hasil industri kecil Muslim menghadapi masalah branding. Masalah branding yang dimaksudkan ialah ada beberapa barang itu memiliki merek yang langsung tidak memiliki Islam atau halal. Kesalahan inilah yang membuat sesuatu barang yang halal terlihat tidak halal. Ini bisa menghalangi aliran barang dari produsen ke pengguna. Faktanya keyakinan terhadap barang dan keterampilan barang itu juga adalah hal penting. Adalah sesuatu yang menyedihkan ketika melihat banyak industri kecil Muslim yang mampu memproduksi barang sendiri tetapi gagal memasarkannya karena masalah branding .
Azrina Sobian (2006) dalam tulisannya menyatakan barang halal hasil industri kecil Muslim menghadapi masalah branding. Masalah branding yang dimaksudkan ialah ada beberapa barang itu memiliki merek yang langsung tidak memiliki Islam atau halal. Kesalahan inilah yang membuat sesuatu barang yang halal terlihat tidak halal. Ini bisa menghalangi aliran barang dari produsen ke pengguna. Faktanya keyakinan terhadap barang dan keterampilan barang itu juga adalah hal penting. Adalah sesuatu yang menyedihkan ketika melihat banyak industri kecil Muslim yang mampu memproduksi barang sendiri tetapi gagal memasarkannya karena masalah branding .
3.2 Strategi
Pemasaran UKM Makanan Halal
Pemasaran bukan hanya sekedar penjualan tetapi
lingkupnya adalah luas meliputi kebutuhan penciptaan produk yang memuaskan
keinginan pengguna, merancang dan melaksanakan harga, promosi dan distribusi
produk. Ada beberapa rekomendasi yang menyentuh konsep bisnis mencakup etika
profesional sebagai pengusaha yang dituntut dalam Islam. Ini penting karena UKM membawa status pengusaha
kecil makanan halal yang seharusnya mengadopsi konsep nilai murni dan etika
bisnis sebagaimana yang digariskan oleh Islam. Rekomendasi dan saran ini
diharap dapat membantu UKM menyusun strategi pemasaran mereka. Namun, membutuhkan komitmen yang besar
dari pengusaha itu sendiri di samping bantuan konsultasi dari badan-badan
pemerintah dan swasta. Ini untuk menjamin prospek makanan halal di Indonesia dapat berkembang berhasil ke
arah membuat Indonesia sebagai pusat makanan halal di dunia. Saran dan
rekomendasi yang dipikirkan relevan sebagai panduan pemasaran dinyatakan
seperti berikut:
3.3 Etika
Profesional Sebagai Pengusaha Islam
Umumnya, pengusaha harus ada nilai-nilai etika profesional dalam diri yang menjadi pedoman dalam mengusahakan produk penjualan mereka. Konsep etika Islam ini ditampilkan sebagai sarana untuk membantu membentuk nilai murni dalam diri pengusaha. Etika yang bertunjangkan filosofi Tauhid bertindak sebagai kekuatan yang mengontrol tindakan internal dan eksternal para pengusaha. Sebelum merambah bisnis, pengusaha harus memiliki tujuan dan tujuan dalam berbisnis. Mengacu kepada responden sebagai pengusaha yang beragama Islam, tujuan dan tujuan sesuatu perusahaan atau bisnis dibuat sama sekali tidak dapat dipisahkan dari filsafat Islam yang didirikan oleh tauhid. Yusuf alQaradhawi (1987) menjelaskan filsafat bisnis berbasis tauhid itu adalah mencakup:
Umumnya, pengusaha harus ada nilai-nilai etika profesional dalam diri yang menjadi pedoman dalam mengusahakan produk penjualan mereka. Konsep etika Islam ini ditampilkan sebagai sarana untuk membantu membentuk nilai murni dalam diri pengusaha. Etika yang bertunjangkan filosofi Tauhid bertindak sebagai kekuatan yang mengontrol tindakan internal dan eksternal para pengusaha. Sebelum merambah bisnis, pengusaha harus memiliki tujuan dan tujuan dalam berbisnis. Mengacu kepada responden sebagai pengusaha yang beragama Islam, tujuan dan tujuan sesuatu perusahaan atau bisnis dibuat sama sekali tidak dapat dipisahkan dari filsafat Islam yang didirikan oleh tauhid. Yusuf alQaradhawi (1987) menjelaskan filsafat bisnis berbasis tauhid itu adalah mencakup:
3.4 Falsafah
Tauhid Memberikan Misi yang Jelas Dalam Bisnis
Pada dasarnya, filosofi sistem bisnis Islam
berpusat pada prinsip dasar Islam seperti konsep Tauhid (Rububiyyah dan
Uluhiyyah), konsep keadilan dan konsep persaudaraan (ukhuwwah). Filsafat Tauhid
menggaris bawahi manusia sebagai hamba dan khalifah Allah di bumi ini untuk melakukan
amal saleh atas prinsip kerjasama dengan mengaitkan tiga hal dasar yaitu
hubungan manusia dengan Allah s.w.t. (hablum min Allah), hubungan manusia
dengan manusia hablumminannas) dan hubungan manusia dengan seluruh kejadian
alam, makhluk dan lingkungan milik Allah s.w.t
Secara jelas, filsafat Tauhid menekankan
pelaksanaan perintah Allah dalam setiap aspek kehidupannya baik dalam kehidupan
individu, berkeluarga, masyarakat dan bernegara. Tauhid menganjur budaya bisnis
yang didasarkan kepada nilai keadilan dan kerjasama untuk mewujudkan masyarakat
yang beradab mulia dan bukan untuk menciptakan masyarakat rakus melalui praktek
penindasan atau penipuan. Berkecimpung dalam bisnis sebagai klaim keagamaan dan
ibadah, pengusaha seharusnya berusaha meningkatkan kualitas kinerja bisnisnya
berporos keimanan. Bertepatan dengan filosofi Tauhid, Islam menganjurkan
pengamalan akhlak yang baik dan penghayatan terhadap ibadah khusus seperti
shalat, puasa dan berzakat. Filosofi Tauhid ini dapat membentuk mekanisme
internal untuk memotivasi pengusaha Melayu. Dengan cara ini pengusaha akan
memperoleh tujuan yang unggul yaitu al-Falah yaitu kesuksesan dan kebahagiaan
dunia dan akhirat.
Untuk mencapai al-Falah, bisnis dibuat dengan
tujuan untuk memelihara lima hal dharuriyyah (agama, nyawa, akal, keturunan dan
harta) berbasis metode "Menolak Kerusakan Adalah Lebih Utama Daripada
Mengambil Kebaikan ". Perawatan dan pemeliharaan kepada lima hal dasar ini
adalah penting untuk menjamin maqasid al syariah (al-Hariri 1988; al-Zarqa '
1998; al-Sayuthi t.t). Apapun tindakan dalam bisnis yang diceburi, haruslah
memastikan lima hal dasar ini diperlihara. Jika terjadinya kemudharatan dalam
salah satu lima hal ini, bisnis tersebut seharusnya ditinggalkan bagi
menghindari kerusakan (mafasid). Bisnis dalam Islam adalah satu ibadah dan
harus dilakukan dengan niat yang ikhlas serta sesuai dengankehendak syari'at
Islam. Kehidupan sosial juga harus dipelihara sesuai dengan filosofi Tauhid
yang menjaga hubungan manusia sesama manusia (hablumminannas). Siddiqi, MN (1979)
menjelaskan kewajiban yang harus dipenuhi dari sudut diri dan sosial seseorang
pengusaha adalah:
1.
Memenuhi kebutuhan diri dan keluarga secara sederhana.
2.
Memenuhi kebutuhan diri dan keluarga untuk masa akan datang.
3.
Memberikan layanan dan kontribusi sosial seperti berusaha untuk menegakkan
agama Islam, membantu mencapai tujuan negara seperti pengentasan kemiskinan,
menyediakan pekerjaan dan menstabilkan harga.
Efek
dari penghayatan nilai-nilai Tauhid, pribadi internal pengusaha juga dapat
dibentuk secara seimbang antara aspek roh dan jasadnya, akal dan nafsunya serta
berilmu dunia dan akhirat. Sebagai natijahnya akan lahir individu pengusaha dan
pedagang yang berakhlak mulia, amanah, akuntabilitas dan konsisten dalam
menjalankan tugasnya dengan efisien dan penuh tanggung jawab, inovatif dan
kreatif, sabar dan tegas, memiliki visi dan misi dalam kehidupannya, berpikiran
positif, membantu kepada masyarakat, proaktif dalam menangani permasalahan
serta berhasil dalam kehidupan dunia dan persediaannya untuk ke akhirat.
3.5 Falsafah Tauhid Membentuk Etika Dalam Bisnis
Etika didefinisikan sebagai penentuan standar perilaku dan pertimbangan moral yang diterima sebagai benar dalam organisasi termasuk kebijakan, undang-undang, kepercayaan dan nilai-nilai sebagai garis panduan (Ab. Aziz Yusof etal.2004:84). Etika bisnis merupakan etika terapan. Etika bisnis merupakan aplikasi pemahaman kita tentang apa yang baik dan benar untuk beragam institusi, teknologi, transaksi, aktivitas dan usaha yang kita sebut bisnis. Pembahasan tentang etika bisnis harus dimulai dengan menyediakan kerangka prinsip-prinsip dasar pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan istilah baik dan benar, hanya dengan cara itu selanjutnya seseorang dapat membahas implikasi-implikasi terhadap dunia bisnis. Etika dan Bisnis, mendeskripsikan etika bisnis secara umum dan menjelaskan orientasi umum terhadap bisnis, dan mendeskripsikan beberapa pendekatan khusus terhadap etika bisnis, yang secara bersama-sama menyediakan dasar untuk menganalisis masalah-masalah etis dalam bisnis.
Dengan
demikian, bisnis dalam islam memposisikan pengertian bisnis yang pada
hakikatnya merupakan usaha manusia untuk mencari keridhaan Allah swt. Bisnis
tidak bertujuan jangka pendek, individual dan semata-mata keuntungan yang berdasarkan
kalkulasi matematika, tetapi bertujuan jangka pendek sekaligus jangka panjang,
yaitu tanggung jawab pribadi dan sosial dihadap masyarakat, Negara dan Allah
swt
Prinsip 'tidak berbahaya' ini dapat mencegah dan
mengurangi sifat atau tindakan negatif pengusaha terhadap orang lain seperti
dengki mendengki, mementingkan diri sendiri atau tindakan yang dapat
menyebabkan terjadinya ketidakadilan terhadap pengguna dan lingkungan. Ini
bersesuaian dengan tujuan Syariat Islam diturunkan (maqasid al-syariah) untuk
memelihara lima hal dasar yaitu agama, jiwa, akal, keturunan dan harta berpusat
segala hal yang memelihara setiap hal dasar ini adalah kebaikan(Masalih) dan
segala yang dapat berdampak negatif pada salah satu dari kelima ini adalah
dilarang (mafasid). Etika dalam bisnis dibagi menjadi dua kategori yaitu etika
bersifat internal yang melayang dalam diri pengusaha dan etika bersifat
eksternal yaitu yang berkaitan dengan barang. Antara etika internal yang harus
ada dalam diri pengusaha sejalan dengan prinsip 'tidak berbahaya' ini adalah:
1.
Niat yang benar
Seseorang pengusaha Muslim harus memastikan bahwa niatnya hanya untuk mencapai tujuan kebahagiaan di dunia dan di akhirat (al-Falah) serta mendapat keridhaan Allah dalam segala aspek kehidupannya.
Seseorang pengusaha Muslim harus memastikan bahwa niatnya hanya untuk mencapai tujuan kebahagiaan di dunia dan di akhirat (al-Falah) serta mendapat keridhaan Allah dalam segala aspek kehidupannya.
2.
Adil
Etika penting dalam bisnis adalah melaksanakan keadilan dan bersikap ihsan dengan memberi kebajikan, sedekah serta tidak menzalimi diri sendiri dan orang lain. Ini termasuk perlunya sikap kejujuran, integritas, menepati janji, mengutamakan kepentingan umum, bertanggung jawab sebagai seorang warga negara dan transparansi dalam diri pengusaha
Etika penting dalam bisnis adalah melaksanakan keadilan dan bersikap ihsan dengan memberi kebajikan, sedekah serta tidak menzalimi diri sendiri dan orang lain. Ini termasuk perlunya sikap kejujuran, integritas, menepati janji, mengutamakan kepentingan umum, bertanggung jawab sebagai seorang warga negara dan transparansi dalam diri pengusaha
3.
Amanah dan benar dalam urusan bisnis
Tindakan dan keputusan yang berdasarkan sifat amanah dan kebenaran adalah perlu untuk memastikan urusan bisnis itu adil dan setiap orang apakah pembeli atau pengusaha mendapatkan haknya. Dengan ini, pengusaha akan mendapatkan keuntungan sesuai dan pembeli akan mendapatkan barang atau jasa yang sesuai dengan harga yang dibayar. Hindari tindakan-tindakan yang tidak etis seperti memalsukan tanggal kadaluarsa produk mereka, menyalahgunakan tanda halal, memalsukan iklan dari maksud sebenarnya produk penjualan dan menyembunyikan penggunaan bahan-bahan tertentu dari pengetahuan pengguna
Tindakan dan keputusan yang berdasarkan sifat amanah dan kebenaran adalah perlu untuk memastikan urusan bisnis itu adil dan setiap orang apakah pembeli atau pengusaha mendapatkan haknya. Dengan ini, pengusaha akan mendapatkan keuntungan sesuai dan pembeli akan mendapatkan barang atau jasa yang sesuai dengan harga yang dibayar. Hindari tindakan-tindakan yang tidak etis seperti memalsukan tanggal kadaluarsa produk mereka, menyalahgunakan tanda halal, memalsukan iklan dari maksud sebenarnya produk penjualan dan menyembunyikan penggunaan bahan-bahan tertentu dari pengetahuan pengguna
4.
Menjaga ibadah khusus
Karena bisnis adalah ibadah yang berbentuk umum, para pengusaha sama sekali tidak bisa mengabaikan perawatan kepada ibadah berbentuk khusus yang sangat dituntut ketika sampai waktunya. Mendirikan shalat lima waktu dan mengeluarkan zakat bisnis adalah antara kewajiban yang harus dipenuhi agar hasil usaha bisnis bersih dari unsur-unsur yang tidak baik dan diberkati.
Karena bisnis adalah ibadah yang berbentuk umum, para pengusaha sama sekali tidak bisa mengabaikan perawatan kepada ibadah berbentuk khusus yang sangat dituntut ketika sampai waktunya. Mendirikan shalat lima waktu dan mengeluarkan zakat bisnis adalah antara kewajiban yang harus dipenuhi agar hasil usaha bisnis bersih dari unsur-unsur yang tidak baik dan diberkati.
5.
Tidak terlibat dengan praktek riba
Sebagaimana yang diketahui, banyak di kalangan pengusaha kecil ini kurang berkemampuan. Pemerintah juga menyediakan berbagai sumber-sumber pinjaman dan pembiayaan melalui bank atau perusahaan pemerintah. Berbagai pilihan pinjaman berbasis syariah disediakan oleh Bank Bank Syariah, baik itu milik pemerintah maupun swasta. Untuk itu, pengusaha Islam seharusnya membebaskan diri dari riba
Sebagaimana yang diketahui, banyak di kalangan pengusaha kecil ini kurang berkemampuan. Pemerintah juga menyediakan berbagai sumber-sumber pinjaman dan pembiayaan melalui bank atau perusahaan pemerintah. Berbagai pilihan pinjaman berbasis syariah disediakan oleh Bank Bank Syariah, baik itu milik pemerintah maupun swasta. Untuk itu, pengusaha Islam seharusnya membebaskan diri dari riba
6.
Tidak menzalimi karyawan
Salah satu dari etika yang penting dalam bisnis adalah mengelola manusia yaitu menjaga kemaslahatan, kesejahteraan dan hubungan baik dengan karyawan. Ini penting agar mereka dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas produksi. Memberikan upah yang wajar sesuai keuntungan perusahaan dan biaya hidup, memperhitungkan pandangan karyawan dan menciptakan suasana kerja yang stabil, harmonis, teratur, bersih dan aman adalah sangat perlu.
Salah satu dari etika yang penting dalam bisnis adalah mengelola manusia yaitu menjaga kemaslahatan, kesejahteraan dan hubungan baik dengan karyawan. Ini penting agar mereka dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas produksi. Memberikan upah yang wajar sesuai keuntungan perusahaan dan biaya hidup, memperhitungkan pandangan karyawan dan menciptakan suasana kerja yang stabil, harmonis, teratur, bersih dan aman adalah sangat perlu.
Semua etika di atas ini adalah berkisar etika
internal yang harus ada dalam diri pengusaha. Bila internal diri pengusaha
telah dilindungi dari niat dan praktek mazmumah, secara tidak langsung ia akan
mencorakkan etika dan tindakan eksternal pengusaha. Etika eksternal yang harus
ada dalam mencorakkan bisnis yang bijaksana adalah:
1. Memasarkan produk secara etis
1. Memasarkan produk secara etis
Adalah sejalan dengan konsep amanah dan benar dalam
bisnis bagi seseorang pengusaha untuk memastikan metode pemasaran produknya
dibuat dengan benar dan tidak bertentangan dengan etika Islam. Setiap bentuk
iklan atau promosi haruslah mencerminkan kualitas dan isi barang agar pembeli
tidak merasa tertipu. Jangan sekali-kali karena sedang keuntungan yang banyak,
pengusaha sanggup menipu pengguna. Dalam kondisi ekonomi negara yang tidak
menentu ini, persaingan yang sehat dapat meningkatkan kualitas produk.
Pengusaha kecil tidak bisa mudah menyerah, membangun kreativitas tersendiri
serta harus bersikap profesional dan etis dalam menghadapi persaingan.
2. Tidak mengurangi timbangan
Setiap timbangan haruslah berdasarkan apa yang sebenarnya
dalam kandungan dan harus ditulis dengan benar di kemasan. Pengusaha Islam
harus hindari diri mereka terlampau gairah untuk mendapatkan keuntungan sampai
mensifatkan barang yang dijual dengan sifat yang berbeda dari yang sebenarnya. Allah
s.w.t. dalam firman-Nya yang artinya:
Celakalah bagi orang-orang yang suka mengurangi takaran.
Yaitu orang-orang yang kalau menerima takaran dari orang lain selalu meminta
yang penuh (cukup dan tidak kurang sedikitpun), tetapi kalau menakarkan untuk orang
lain, pasti dikurangi. Apakah orang-orang itu tidak menghitung (menyakini)
bahwa mereka itu pasti akan dibangkitkan dari kuburnya, yakni pada suatu hari
yang penuh pancaroba. (al-Qur'an, al-Mutaffifin: 1-5)
Dan jangan kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan
cara terbaik, sehingga dia dewasa (baligh); dan sempurnakan pembatasan dan
timbangan yang adil. Tidaklah Kami memikulkan beban kepada seseorang, melainkan
sekadar kesanggupannya, dan ketika kamu berkata, harus berlaku adil, bahkan
terhadap kamu kerabatmu sendiri; dan tepatilah janji dengan Allah. Dan
demikianlah Allah berwasiat kepadamu, mudah-mudahan kamu mendapat peringatan.
(al-Qur'an, al-An'aam: 152)
3.
Menjaga kualitas produk
Islam sangat menekankan pengeluaran produk yang
berkualitas untuk menghindarkan terjadinya kerusakan (mafsadah) kepada
pengguna. Produk yang tidak berkualitas dapat mempengaruhi usaha mengembangkan
masyarakat dari sudut mental, moral, dan kesehatan. Untuk menjaga kualitas
produk, pengusaha harus kreatif yaitu berupaya menciptakan, inovatif dalam
memodifikasi, berani menghadapi risiko, mampu mengurus, yakin dan berpandangan
jauh, bijak merebut peluang dan bijak membuat keputusan. Bila nilai-nilai ini
ada dalam diri, perawatan kualitas produk dan manajemen pemasaran akan menjadi
lebih mudah.
4.
Menetapkan harga dengan adil
Pengusaha harus menetapkan harga yang adil dan wajar
terhadap sesuatu barang atau jasa untuk pembeli. Harga yang tidak adil akan
menyebabkan golongan yang tidak mampu tidak dapat memiliki barang kebutuhan mereka.
5.
Mendapatkan sertifikasi halal ke arah pasar yang lebih luas
Untuk menembus pasar yang lebih luas, para pengusaha keci
harus mengubah sikap suka tidak mau repot akan sesuatu hal. Sertifikasi halal
MUI (Majelis Ulama Indonesia) adalah satu tiket untuk produk keluaran pengusaha
kecil memasarkan barang mereka ke pasar yang lebih besar. Realitas hari ini
melihat banyak di kalangan pengusaha bukan Islam yang terlibat dalam industri
makanan tidak ragu-ragu mendapatkan sertifikasi halal agar produk mereka bisa
diterima oleh pelanggan Islam. Para pengusaha kecil makanan halal harus
menjadikan ini sebagai tantangan untuk mereka bersaing dengan golongan
pengusaha bukan Islam di pasar luar. Tanpa sertifikasi halal, produk makanan
sulit memasuki pasar yang lebih luas.
6.
Mendaftarkan hak Paten
Banyak di kalangan pengusaha kecil kurang memiliki ilmu
tentang pentingnya mendaftarkan hak milik (Hak Paten) mereka. Kesadaran akan
pentingnya mendaftarkan hak milik sangat penting agar hasil produk yang
dihasilkan oleh pengusaha kecil ini tidak dicuri. Dengan mendaftarkan hak
milik, barang mereka dapat dibedakan dengan barang lain dengan perbedaan merek
dan label yang tersendiri. Jika terjadinya 'penciplakan' atau 'peniruan',
pengusaha dapat membuat tindakan atas sang individu berdasarkan akta kekayaan
intelektual yang disediakan.
3.6 Panduan Strategi Pemasaran
Usaha kecil dan menengah (UKM) berupaya mengeluarkan barang yang tidak dapat diproduksi oleh industri besar terutama yang bertaraf internasional. Ini dapat dilihat khususnya dalam industri makanan dan minuman seperti pembuatan makanan tradisional, kecap, bumbu, dan kerupuk yang tidak banyak mendapat perhatian oleh industri berukuran besar. Secara tidak langsung industri yang berkelas kecil ini memungkinkan setiap masyarakat yang berminat dalam bisnis melibatkan diri mereka bahkan dengan modal yang kecil. Ini juga dapat memecahkan monopoli orang kaya dan elit saja dari menguasai bidang bisnis.
Pengusaha kecil membutuhkan pelaksanaan manajemen
yang lebih tersusun dibandingkan dengan perusahaan besar karena sumber tabungan
modal dan sumber pekerja yang terbatas. Efektivitas pelaksanaan manajemen
banyak tergantung pada sikap para pengusaha dan ilmu bisnis yang dikuasainya
terutama dalam memasarkan barang mereka secara efektif. Panduan pemasaran yang
diusulkan ini adalah merupakan salah satu strategi pemasaran yang menempatkan
empat elemen utama yang harus dikendalikan oleh pengusaha. Empat elemen utama
ini adalah berkait antara satu sama lain untuk menentukan keberhasilan strategi
pemasaran. Ini meliputi empat elemen berikut:
1. PRODUK
Produk adalah barang atau jasa yang akan dijual
kepada pembeli. Pengusaha harus menghasilkan produk yang secara fisik dapat
menarik perhatian dan memenuhi kebutuhan pengguna meliputi aspek keragaman
produk, kualitas, desain, fitur, merek, kemasan, ukuran, pelayanan, jaminan dan
pengembalian (Sabri 2005: 258). Merek adalah nama, rangkaian kata, desain, simbol, sebutan
untuk sesuatu produk digunakan untuk membedakan antara satu produk dengan
produk lain yang serupa. Kemasan pula berfungsi melindungi apa yang dijual,
mempromosikan dan membantu menentukan gambar sesuatu produk Perlabelan dapat
membantu memberikan informasi kepada distributor, pengecer dan pembeli tentang
produk seperti tanggal dibuat, tanggal lupus serta informasi penggunaan (Sabri
2005: 268-269).
Kebanyakan produk usahawan bumiputera ini memiliki
kualitas yang bagus, namun aspek pembungkusannya masih belum mencapai standar
yang diinginkan ...." (Mohamad Nordin, Kepala Unit SMI FAMA, di Ekspo
Industri Asas Tani di Ipoh, Desember 2007). Ini menunjukkan dalam aspek
pemasaran pengusaha kecil, kemasan produk merupakan salah satu hal penting yang
perlu diberi perhatian. Pengusaha harus memiliki inisiatif untuk melakukan
inovasi tertentu untuk mencapai tingkat kesempurnaan produk yang akan dijual.
Sekali pun produk memiliki kualitas yang baik, namun jika aspek pembungkusannya
tidak sebanding, produk mungkin sulit bersaing, apalagi di tingkat
internasional yang lebih luas persaingannya.
Kemasan sesuatu produk berfungsi sebagai container
yang akan mengambil dan melindungi produk agar aman dan tidak rusak. Namun,
pada saat yang sama, ia juga mempertimbangkan beberapa aspek lain:
1. Mempromosikan produk melalui desain, warna, gambar, grafis yang dapat memberikan gambaran baik kepada pengguna.
2. Memperkenalkan identitas korporasi atau perusahaan melalui logo atau merek.
3. Memberikan informasi tentang produk termasuk bahan yang digunakan, berat atau jumlah konten, cara penggunaan dan logo halal.
4. Mudah untuk dibawa dan penyimpanan.
5. Menurut peraturan dan perundangan yang ditetapkan pemerintah.
1. Mempromosikan produk melalui desain, warna, gambar, grafis yang dapat memberikan gambaran baik kepada pengguna.
2. Memperkenalkan identitas korporasi atau perusahaan melalui logo atau merek.
3. Memberikan informasi tentang produk termasuk bahan yang digunakan, berat atau jumlah konten, cara penggunaan dan logo halal.
4. Mudah untuk dibawa dan penyimpanan.
5. Menurut peraturan dan perundangan yang ditetapkan pemerintah.
Branding, kemasan dan pelabelan adalah
semuanya terkandung dalam hak paten. Untuk itu, kesadaran
tentangnya sangat penting. Para pengusaha kecil juga harus menyusun strategi
dengan memasarkan produk yang beragam dengan tidak berfokus satu produk barang
saja. Ini untuk memastikan pengusaha kecil bertahan lama di pasar luar meskipun
menerima saingan dari perusahaan bisnis besar atau barang impor. Para pengusaha
kecil harus memperkuat program jalinan patungan antara sesama pengusaha dalam
mengusahakan makanan halal dengan menggunakan teknologi modern. Dengan ini
produk yang dihasilkan lebih bertahan lama, lebih banyak dan lebih berkualitas.
2. HARGA
2. HARGA
Harga didefinisikan sebagai nilai tukar barang atau
jasa dengan apa yang diperlukan dalam pasar. Cara meletakkan harga yang tepat
pada sesuatu barang atau jasa menjadi komponen utama dalam strategi. Fungsi adanya harga adalah untuk memaksimalkan keuntungan, meningkatkan pangsa pasar,
menghabiskan stok dan meningkatkan citra perusahaan (Sabri 2005: 273-275).
Ada beberapa strategi mengundurkan harga,
diantaranya; penetrasi harga yaitu menempatkan harga yang rendah sehingga
produk mampu dibeli oleh pembeli secara menyeluruh, Tarahan harga yaitu
menempatkan harga yang tinggi pada tahap awal dan menurunkan harganya secara
bertahap, dan harga pesaing yaitu metode menempatkan harga berpendukan harga
yang ditetapkan oleh pesaing (Sabri 2005 : 281-282).
3. PROMOSI
3. PROMOSI
Promosi adalah cara organisasi atau perusahaan
berkomunikasi dengan penonton atau pelanggan mereka. Komunikasi ini terjadi
dalam berbagai bentuk baik secara langsung atau tidak berhadapan dengan tujuan
untuk melariskan penjualan produk, memperkenalkan produk atau menaikkan citra
melalui eksposur yang sering. Promosi dapat terjadi melalui iklan, publisitas,
penjualan tatap muka dan promosi penjualan (Sabri 2005: 286).
Resesi ekonomi dunia dan negara hari ini
mempengaruhi bisnis kecil. Pengusaha kecil harus mengadakan langkah-langkah
promosi yang agresif dan tepat untuk membuat masyarakat tahu akan keberadaan
produk mereka lebih-lebih lagi dengan kondisi ekonomi negara dan dunia yang
tidak menentu. Oleh karena anggaran pengiklanan semakin mengecil mengakibatkan
anggaran iklan koran dan radio tidak menjadi pilihan pengusaha kecil karena
kendala keuangan. Sebagai dampaknya, hari ini internet semakin relevan karena
ia adalah alternatif terbesar menawarkan iklan termurah dan berkepanjangan
kepada para pengusaha kecil.
Para pengusaha kecil harus bijak memilih metode
iklan yang sesuai dengan efektivitas yang maksimal. Penggunaan papan tanda dan
selebaran yang diselipkan di dalam koran atau didistribusikan di daerah dekat
termasuk promosi penjualan umpamanya bualan dari mulut ke mulut adalah salah
satu media promosi barang yang terbaik dan murah. Ambil kesempatan dari bantuan
keuangan dan keahlian dalam mempromosikan produk yang disediakan oleh
pemerintah dan LSM.
4.
Distribusi
Distribusi adalah proses memindahkan barang dari
pusat produsen kepada pengguna di lokasi dan waktu yang diinginkan oleh mereka
melalui saluran distribusi yang tepat dan pada tingkat biaya yang paling
minimum (Sabri 2005: 299-300).
Pengusaha
harus bijak memilih saluran yang paling tepat termasuk aspek transportasi
dengan harga biaya yang paling minimum namun perlu memastikan produk barang
mereka sampai kepada pelanggan sesuai dengan waktu dan tempat yang tepat.
Distribusi
produk ini adalah sangat penting bagi bisnis karena kebanyakan produk persen
marjin distribusi berupaya melambung sehingga
85% berikutnya membuat produk tersebut mahal ke pasar. Dengan kemampuan mengurangi persen marjin distribusi, sesuatu produk berupaya bersaing dengan menawarkan harga yang lebih murah ke pasar. Cara distribusi yang membutuhkan pembeli menunggu terlalu lama harus diubah agar pembeli mendapat layanan dan produk secara efisien.
85% berikutnya membuat produk tersebut mahal ke pasar. Dengan kemampuan mengurangi persen marjin distribusi, sesuatu produk berupaya bersaing dengan menawarkan harga yang lebih murah ke pasar. Cara distribusi yang membutuhkan pembeli menunggu terlalu lama harus diubah agar pembeli mendapat layanan dan produk secara efisien.
BAB IV
Rekomendasi
4.1
Perkembangan Produk Makanan Halal
Sapta Nirwandar sebagai seorang Praktisi Dunia Pariwisata mengatakan di berbagai konferensi dan pertemuan yang diselenggarakan negaranegara
Organization of Islamic Cooperation (OIC) atau biasa kita kenal dengan nama
Organisasi Kerja sama Islam (OKI), pembicaraan mengenai halal lifestyle kian
ramai.
Pembicaraan tersebut diperbincangkan organisasi yang beranggotakan 59
negara tersebut dalam konferensi-konferensinya yang diadakan baik di negara
yang mayoritas penduduknya muslim atau negara-negara yang penduduk muslimnya
relatif kecil seperti Thailand, Korea, Jepang, Australia. Halal lifestyle telah
menjadi tren, bahkan ada istilah halal is a brand
Kalau kita terjemahkan secara umum halal lifestyle berarti gaya hidup
halal. Dalam perspektif Islam kata halal disampaikan dengan thayyiban :
“halalan thayyiban “ berarti halal dan baik yang bermakna secara akidah
(spiritual) gaya hidup yang sesuai dengan ajaran Islam dan berarti juga sesuatu
yang baik. Contohnya gaya hidup yang halal dan baik adalah memakan makanan yang
halal (halal food ). Makanan halal berarti juga baik (good food ) dan sehat
(healthy food ).
Tentu makanan halal dapat juga dikonsumsi oleh nonmuslim sehingga
makanan halal (halal food ) itu tidak eksklusif bagi umat Islam saja, tetapi
menjadi inklusif bagi seluruh manusia rahmatan lil alamin . Thailand yang hanya
5% jumlah penduduk muslimnya menghasilkan 25% dari total ekspor adalah produk
makanan halal ke negara-negara OIC. Korea Selatan mampu mengekspor produk
kosmetika (USD89 juta pada 2013) obat-obatan (USD299,8 juta pada 2013) dan
baru-baru ini Korea Selatan membuka sekitar 150 restoran besertifikat halal.
Demikian pula Jepang mengembangkan makanan halal di perusahaan besarnya
seperti Ajinomoto, Asahi Beverage, Umakane dan bahkan di sektor farmasi dan
kosmetik. Dalam meningkatkan pelayanan di Bandara, Jepang telah mendirikan
musala bagi kaum muslimin di bandara Haneda.
4.2 Kontribusi Ekonomi Global
4.2 Kontribusi Ekonomi Global
Dalam laporanState of the Global Islamic Economy (2014- 2015) yang
dikeluarkan Thomson Reuters dan Dinar Standard, sektor utama (core sector )
halal lifestyle (halal food, halal travel, clothing and fashion, pharmaceutical
and cosmetics , media recreation serta keuangan dan perbankan) cukup besar dan
diperkirakan akan meningkat.
Kontribusinya dapat dilihat dalam tabel di bawah ini. Nilai sektor
industri halal food pada tahun 2013 mencapai USD 1.292 miliar dengan
pertumbuhan global mencapai 21,2% dan diperkirakan nilainya pada 2019 akan mencapai
USD2.357. Nilai sektor industri halal travel pada tahun 2013 mencapai USD140
miliar dengan pertumbuhan global mencapai 11,6% dan diperkirakan nilainya pada
2019 akan mencapai USD238. Nilai clothing and fashion nilainya (2013) mencapai
USD266 dengan pertumbuhan 11,9% dan diperkirakan pada 2019 nilainya 4USD488
miliar.
Industri pharmaceutical and cosmetics halal pada 2013 mencapai USd72
miliar diperkirakan mencapai USD103 miliar pada 2019 dengan pertumbuhan 6,6%.
Media and recreation pada 2013 bernilai USd185 miliar dengan pertumbuhan global
5,5% akan mencapai USD301 miliar pada 2019. Terakhir industri finance and bank
halal pada 2013 mencapai USD1.214 miliar dengan pertumbuhan global 14%
diperkirakan pada 2019 nilainya mencapai USD4.178 miliar.
Dari data di atas dapat kita baca bahwa produk dan jasa halal mempunyai
pertumbuhan yang tinggi dalam ekonomi global. Kebutuhan dan gaya hidup kaum
muslimin tidak saja besar dalam kuantitas tetapi juga dalam bentuk produk dan
jasa yang berkualitas, kemampuan daya beli sebagian besar umat Islam di negara
anggota OIC juga tinggi, PDB negaranegara OIC lebih dari USD6,7 triliun dolar.
4.3 Bisnis Global
4.3 Bisnis Global
Penduduk muslim dunia dewasa ini yang mencapai 1,6 miliar yang merupakan
25% dari total penduduk dunia (6,8 miliar) dengan PDB sebesar USD6,7 triliun
dalam satu tahun. Dengan pertumbuhan mencapai 6,3% per tahunnya di
negara-negara OIC, kondisi ini sebenarnya merupakan peluang bisnis global.
Sayangnyasebagian penyedia produk dan jasa yang dibutuhkan kaum muslimin disediakan
dan diproses sebagian besar oleh bukan negara-negara OIC.
Penyedia (penyuplai) daging sapi, kambing, dan ayam bagi negara-negara
OIC adalah Australia, Selandia Baru dan Brasil. Adapun untuk negara penghasil
produk olahan multinasional adalah seperti Nestle (Swiss), Carrefour (Prancis),
Saffron Road (USA), Tesco (UK), ARMAN (China) dan Marrybrown (Malaysia).
Demikian pula negara produsen terbesar untuk pakaian muslim, China, produk
media recreation dikuasai oleh Singapura. Indonesia baru dikenal sebagi produsen
mi instan (Indomie) dari Indofood dan menguasai kawasan Timur Tengah dan
Afrika.
Dari data-data di atas dapat dikatakan bahwa negara-negara non OIC-lah
yang hingga saat ini melayani supply chain produk dan jasa halal. Negaranegara
OIC lebih banyak hanya menjadi konsumen produk dan jasa tersebut.
4.4 Tantangan ke Depan
4.4 Tantangan ke Depan
Tantangan bagi negara-negara OIC terutama Indonesia tentunya harus
memberikan iklim yang kondusif bagi tumbuhnya industri produk dan jasa halal.
Tentunya harus didukung dengan standar produk dan jasa halal serta sertifikasi
secara sistematis dan terpadu dari hulu hingga hilir. Untuk sertifikasi halal
bagi negara OIC diperlukan saling menghargai proses sertifikasi di
negara-negara OIC yang dilakukan oleh negara masing masing (mutual recognition
), dengan demikian produktivitas dan inovasi dari produkproduk dan jasa halal
di negara OIC bisa terus ditingkatkan dan berkembang.
Dari perspektif pelayanan kepada wisatawan mancanegara dan wisatawan
Nusantara, halal lifestyle /produk dan jasa halal merupakan tambahan pelayanan,
extended services . Dari sisi bisnis juga memperluas jangkauan bisnis, oleh
karena itu Singapura, Malaysia, Korea, dan lain-lain sudah menyediakan panduan
online maupun offline /guide book bagi traveller muslim yang berkunjung ke
negara-negara tersebut sebagai tambahan pelayanan.
Sudah saatnya bagi pebisnis Indonesia memperluas usaha dalam sektor
halal lifestyle yang sangat prospektif baik bagi kebutuhan Indonesia maupun
negara-negara OIC. Angka-angka di atas telah menjawab prospektif tersebut.
Indonesia tentu tidak lagi menjadi konsumen tetapi bisa menjadi produsen. Lebih
lagi Indonesia mempunyai sumber daya alam dan lahan yang relatif luas untuk
pertanian, perkebunan dan peternakan serta perikanan terutama ikan dan laut.
Tantangan ke depan sudah waktunya kita susun program yang semakin
terarah dan terintegrasi untuk pengembangan halal lifestyle . Kebijakan dan
regulasi pemerintah yang memberikan lingkungan yang kondusif, dukungan dari
sektor keuangan bank dan keuangan syariah maupun konvensional harus dipadukan
untuk memberikan peluang bisnis bagi pengusaha Indonesia. (Sapta
Nirwandar , Praktisi Dunia Pariwisata)
Masalah sertifikasi halal, sempat menjadi perdebatan, dimana kebijakan
untuk melakukan sertifikasi halal ditolak oleh sebagian pengusaha. Penolakan
terhadap sertifikasi halal ini sebenarnya merupakan suatu kemunduran jika
dilihat dari perkembangan permintaan produk-produk halal dunia. Dalam kurun
waktu sepuluh tahun terakhir ini, permintaan akan produk-produk halal meningkat
pesat, bahkan peningkatannya mencapai hampir 100 persen. Meningkatnya
permintaan akan produk-produk halal ini telah menjadi insentif bagi sejumlah
negara untuk mendirikan lembaga sertifikasi halal. Upaya melakukan sertifikasi
halal tidak hanya di negara-negara mayoritas muslim, namun juga di
negara-negara dengan jumlah muslim minoritas, seperti New Zealand, Philippina,
Thailand dan sebagian negara Eropa. Bahkan beberapa negara berniat menjadikan
negaranya menjadi pusat produksi produk halal dunia. Tulisan di bawah ini akan
memaparkan secara sekilas tentang prospek perkembangan produk halal di dunia,
dan strategi apa yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi perkembangan
produk-produk halal dunia.
4.5 Perkembangan
Produk Halal Dunia dan beberapa Negara
Saat ini, permintaan akan produk-produk halal secara global terus
mengalami peningkatan. Untuk Pasar Asia Tenggara, ekspor produk halal mencapai
100 juta dollar. Jumlah ini mengalami peningkatan 100% dibandingkan tahun
sebelumnya, yang hanya mencapai 50 juta dolar.
Sementara volume perdagangan produk halal dunia mencapai angka 200
miliar dolar. Data lain menyebutkan bahwa industri produk halal mencapai 547 milyar dolar, dan dalam waktu dekat mencapai 1 Trilyun dollar.(www.republika.com)
Menurut Irfan Sungkar, Direktur Global Food Research and Advisory Sdn
Bhd di Kuala Lumpur mengatakan bahwa pasar produk halal di negara-negara besar
di Asia, seperti Indonesia, China, Pakistan dan India, rata-rata tumbuh sekitar
tujuh persen pertahun dan diperkirakan mencapai dua kali lipat dalam 10 tahun
ke depan. Sementara di Uni Eropa, meski jumlah penduduk Muslimnya minoritas dan
jumlahnya sedikit, pertumbuhannya besar karena daya beli yang tinggi, seperti
di Perancis dan Belanda. Contohnya, muslim di Perancis membelanjakan 30 persen
penghasilannya untuk makanan halal. Kuantitas konsumsi makanan daging sekitar
400 ribu metrik ton setahunnya. Sedangkan di Belanda, makanan halal tidak hanya
dikonsumsi Muslim, tetapi juga non Muslim, sehingga total permintaan pasar
halal mampu mencapai 2,8 miliar dolar per tahun. Untuk Indonesia sendiri
diperkirakan akan terjadi penambahan permintaan produk makanan daging halal
mencapai 1,3 juta metrik ton setahunnya. Sedangkan negara Asia lainnya bisa
mencapai dua juta metrik ton setahunnya. (www.halalguide.com, 23 Mei 2007).
Di Filipina, merespon dari peningkatan permintaan produk-produk
bersertifikat halal telah mendorong perusahaan untuk melakukan sertifikasi
produknya. Saat ini sekitar 50 perusahaan telah mendapatkan sertifikasi halal
yang dikeluarkan oleh Dewan Dakwah Islam Filipina (IDCP). Jumlah ini terus
mengalami peningkatan, dan saat ini jumlah makanan yang telah
disertifikasi halal mencapai 450 jenis.
Selain Filipina, negara minoritas muslim yang saat ini tengah mempersiapkan
diri untuk menjadi produsen produk halal adalah Thailand. Negara ini juga
menyiapkan wilayahnya untuk menjadi sentra produk halal dunia. Selandia Baru,
sebagai negara yang terkenal akan pengekspor daging ke berbagai penjuru dunia,
telah menggiatkan sertifikasi halal sejak lama. Hampir 80 persen dari
perusahaan daging yang ada di Selandia Baru sudah mendapat sertifikasi halal.
Hal ini karena tujuan ekspor nya sebagian besar adalah Timur Tengah. Bahkan
saat ini tengah membidik pasar Asia Tenggara di mana jumlah penduduk muslim
mayoritas.
Malaysia adalah salah satu negara yang cukup serius dalam mengembangkan produk-produk
halal di dunia. Beberapa usaha yang
dilakukan dalam mengambangkan produk halal ini antara lain pendirian Halal
Industry Development Corporation (HDC) dan pembangunan zona industri halal.
Bahkan halal menjadi standard global bagi semua produk dan jasa.(www.eramuslim.com)
Usaha Pemerintah Malaysia lainnya adalah dengan membuat portal internet
sebagai mediasi dalam perdagangan produk-produk halal dan sertifikasi halal di
seluruh dunia. Hal lain yang dilakukan adalah dengan membangun infrastruktur
berteknologi tinggi.Untuk membangun infrstruktur ini, pemerintah Malaysia
melakukan kerjasama dengan sejumlah pihak seperti perbankan, industri TI,
ataupun sejumlah universitas. Salah satu bentuk kerjasama yang telah dilakukan
adalah dengan Microsoft Corporation, CIMB Islamic bank, Universitas
Culalongkorn- Thailand dan Al Islami Foods perusahaan makanan yang berkedudukan
di Dubai.
Sejumlah produsen besar dunia saat ini telah melirik Malaysia sebagai
tempat untuk berinvestasi produk
halal. Salah satunya adalah Perusahaan
Nestle. Nestle adalah salah satu perusahaan MNC pertama yang telah berinvestasi
di Malaysia pada bulan September
2006.(www.halaljournal.com). Selain Nestle, sejumlah perusahaan juga berniat
untuk melakukan hal yang sama.
Pertimbangannya sangat jelas. Dengan memproduksi makanan halal di
Malaysia, mereka dapat melakukan ekspansi pasar ke Timur Tengah yang saat ini
merupakan tujuan utama dari pasar produk halal.
4.6 Tiga
Alasan Utama mengapa Produk Halal diminati
Mengapa permintaan akan produk halal meningkat? Setidaknya, fenomena ini
bisa dijelaskan dengan 3 hal. Pertama, aspek halal dan thoyyib merupakan salah
satu aspek yang diperhatikan bagi umat islam dalam mengkonsumsi.1 Halal disini
tidak saja dilihat dari zat yang dikonsumsi namun juga halal dalam
perolehannya. Dalam hal ini uang yang digunakan untuk mendapatkan barang atau
jasa itu pun harus halal, misalkan hasil dari kerja yang halal, bukan mencuri,
bukan uang atas riba dan bukan pula uang hasil dari korupsi. Halal zatnya dalam
hal apa yang dikonsumsi harus mengikuti kaidah-kaidah al quran seperti bukan
bangkai, dan juga makanan yang diharamkan lainnya seperti minum-minuman yang
dapat mengganggu akal, seperti arak dan alkohol.2
Selain memperhatikan masalah kehalalan, dalam mengkonsumsi ummat islam
juga harus memperhatikan masalah toyyib. Toyyib merupakan bahasa arab yang jika
di Indonesia kan berarti baik. Baik dalam hal ini bagi yang mengkonsumsi juga
dampaknya bagi lingkungan sekitar. Misalkan es, ini merupakan suatu yang halal,
namun bagi orang yang sakit bisa jadi es ini bukan sesuatu yang thoyyib, karena
tidak baik untuk kesehatan kita. Dalam lingkup yang lebih besar, thoyyib tidak
hanya mencakup kebaikan bagi individu namun juga mencakup kebaikan yang lebih
besar. Misalkan ketika suatu barang diproduksi menimbulkan dampak yang lebih
besar untuk kerusakan lingkungan, maka barang tersebut bukan termasuk yang
thoyyib. Meningkatnya kesadaran masyarakat muslim akan syariah Islam, maka akan
berdampak positif dalam permintaan produk-produk halal.
Faktor kedua yang meningkatkan permintaan akan produk halal adalah
meningkatnya preferensi masyarakat non muslim untuk mengkonsumsi produk-produk
berlabel halal. Fenomena ini terlihat di Filiphina, negara dengan penduduk
muslim minoritas (hanya 10 persen dari total penduduk sebanyak 84 juta jiwa).
Fenomena ini juga terjadi di Prancis dan negara-negara Eropa lainnya.
Preferensi akan produk-produk halal ini salah satunya terkait dengan masalah kualitas yang lebih
terjamin dan hiegienitas produk-produk halal.(www.muallaf.com)
Faktor 3, yang menyebabkan meningkatnya produk-produk halal ini tidak terlepas dari meningkatnya harga minyak
dunia. Beberapa saat lalu harga minyak dunia mencapai 82 $ dollar per barelnya.
Suatu harga yang belum pernah dicapai sebelumnya. Meningkatnya harga minyak
dunia ini, berarti meningkat pula pendapatan masyarakat Timur tengah yang
secara tidak langsung akan meningkatkan daya beli dan konsumsi masyarakat
mereka. Hal ini mendorong negara-negara pengekspor makanan ke Timur Tengah
sangat giat dalam melakukan sertifikasi halal sebagai upaya peningkatan
kualitas produknya. Termasuk salah satunya New Zealand, negara pengekspor
daging terbesar di dunia.
4.7 Bagaimana
Peluang pasar bagi Indonesia?
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di
dunia. Dengan melihat pasar ini, tentunya sertifikasi halal merupakan suatu hal
yang niscaya. Karena memproduksi, dan mendistribusikan produk-produk halal
berarti melindungi konsumen yang mayoritasnya muslim.
Selain melindungi konsumen muslim di dalam negeri, produk-produk halal
Indonesia juga berpeluang memasuki pasar ekspor dunia. Untuk pasar Eropa
misalnya, produk halal asal Indonesia dinilai masih terbuka lebar. Hal ini
dinyatakan dengan jelas oleh Antoine Bonnel, Ethnic Food Marketing Algodoal
dalam acara seminar "halal food market in France and European Union"
pada awal Februari 2007 lalu. Selain itu, menurut Kepala Pusat Pengembangan
Pasar wilayah Eropa Badan Pengembangan Ekspor Nasional, Los Nus Nozulia Ishak
mengatakan dalam acara tersebut bahwa , potensi pasar Uni Eropa untuk produk
halal nilainya mencapai 15 miliar euro (www.tempointeraktif.com, 4 Februari
2005), jumlah itu diperoleh dari 20 juta muslim selain Turki yang ada di Uni
Eropa.
Produk yang berpeluang untuk masuk di pasar Uni Eropa diantaranya
berbagai macam makanan seperti daging, biskuit, susu, yughort, mi, selai dan
makanan ringan lainnya. Produk-produk ini pada dasarnya sudah dapat diproduksi
sendiri oleh pengusaha Indonesia.
Selain pasar Uni Eropa, pasar produk halal untuk 1,8 miliar konsumen
muslim yang tersebar di 112 negara mencapai US$ 150 milliar. Hal ini diluar
pertumbuhan konsumsi produk halal yang diperkirakan berpotensi meningkat sampai
dengan 500 miliar dolar per tahun. (www.halalguide.com, 11 November 2006).
Sementara ekspor produk halal Indonesia pada tahun 2004 baru mencapai US$ 54,1
miliar. Hal ini menggambarkan suatu Peluang yang besar Bagi Indonesia untuk
masuk dalam ekspor produk halal dunia
4.8 Bagaimana
Untuk Meningkatkan Ekspor Produk Halal
Tidak hanya peluang pasar ekspor bagi produk halal Indonesia yang
terbuka lebar, namun juga pasar dalam negeri di Indonesia, yang notabene
mayoritas muslim. Potensi pasar ini sudah menjadi perhatian banyak negara.
Sehingga jika Indonesia tidak jeli dalam melihat peluang ini, maka pasar produk
halal di dalam negeri akan dimasuki oleh produk-produk halal dari luar negeri.
Sehingga untuk bisa menjadi eksportir produk halal dunia, dan untuk menjadi
raja di negeri sendiri, maka yang harus dilakukan adalah sertifikasi produk
halal. Diharapkan sertifikasi tidak hanya dilakukan untuk perusahaan-perusahaan
yang berskala besar namun juga usaha menengah dan kecil bahkan kalau bisa untuk
usaha-usaha rumah tangga.
Mahalnya biaya dalam proses sertifikasi halal, menjadi peluang khusus
bagi bank syariah. Karena sebagaimana diketahui bahwa bank syariah hanya
memberikan pembiayaan untuk usaha-usaha yang halal, dan tidak untuk yang haram
(misalkan pabrik minuman keras, dll). Dengan sertifikasi halal ini, bisa
mengajukan pinjaman ke bank syariah sehingga bank syariah yang saat ini
cenderung over likuiditas karena sulit untuk mencari nasabah juga jadi dapat
menyalurkan pembiayaannya. Upaya ini telah dilakukan oleh bank-bank syariah di
Malaysia, yang salah satunya adalah CIMB Islamic Bank Bhd yang memberikan
pembiayaan untuk sertifikasi produk, dan membangun infrastruktur untuk proses
sertifikasi halal. Bahkan mereka juga melengkapinya dengan sejumlah kebijakan
seperti biaya yang lebih murah dibandingkan dengan perbankan konvensional,
membuka jaringan kantor cabang yang lebih banyak sehingga mudah diakses
masyarakat. Bank Islam ini juga memfasilitasi bagi sejumlah usaha kecil untuk
masuk dalam suatu pasar.(www.republika.co.id)
Untuk usaha-usaha mikro, usaha yang dilakukan antara lain dengan mencantumkan
komposisi bahan baku dari produk-produknya secara transparan. Sehingga dengan
demikian masyarakat dapat melihat apakah produknya halal dan baik untuk
dikonsumsi atau tidak. Produk-produk dari industri rumah tangga ini minimal
dapat memenuhi pasar produk halal di dalam negeri. Sedangkan untuk usaha yang
lebih besar dapat meluaskan pangsa pasarnya sampai kepada pasar luar negeri.
4.9 Pengawasan
Makanan Halal
Menurut
Pasal 30 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Sebagaimana telah dikemukakan pada sub-bab sebelumnya, bahwa pencantuman
sertifikasi label halal dalam kemasan pangan sampai saat ini masih belum
merupakan suatu kewajiban, sehingga dalam kenyataannya sering kali pihak
produsen mencantumkan label halal pada produk yang mereka jual, namun tidak sesuai dengan kondisi barang yang
sebenarnya ataupun pencantuman tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Sebagaimana disebutkan dalam
ketentuan UUPK, bahwa yang menjadi salah satu hak konsumen adalah memperoleh
informasi yang benar dan jelas perihal produk yang dibelinya. Pencantuman label
halal yang tidak sesuai dengan ketentuan yang seharusnya pada akhirnya baik
secara langsung maupun tidak langsung telah merugikan konsumen karena dalam
kondisi yang demikian telah menimbulkan suatu keragu-raguan atas kebenaran
label yang tertera tersebut. Perilaku
yang dilakukan oleh pihak produsen dengan mencantumkan label halal yang tidak
sesuai dengan standar yang berlaku pada produk yang dijualnya pada dasarnya
telah melanggar hak konsumen dan ketentuan syarat administrative yang ada. Oleh
karena itu demi menegakan dan menjamin hak-hak konsumen, maka diperlukan adanya
pengawasan terhadap barang yang beredar di pasaran.
Ketentuan perihal pengawasan terhadap produk pangan yang beredar,
dapat ditemukan dalam beberapa peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan
aspek labelisasi dan produk pangan sebagaimana telah disebutkan pada
sub-bab terlebih dahulu. Namun demikian, berkaitan dengan kedudukan UUPK
sebagai perekat dari beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut,
maka dalam hal ini akan dikemukakan perihal pengawasan sebagaimana yang
dimaksud dalam ketentuan UUPK.
Dalam
ketentuan pasal 29 UUPK disebutkan bahwa:
(1)
Pemerintah bertanggung jawab atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan
konsumen yang menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta
dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha.
(2)
Pembinaan oleh pemerintah atas penyelenggaraan perlindungan konsumen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri dan/atau menteri
teknis terkait.
(3) Menteri
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan koordinasi atas penyelenggaraan
perlindungan konsumen.
(4)
Pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) meliputi upaya untuk :
a.
terciptanya iklim usaha dan tumbuhnya hubungan yang sehat antara pelaku usaha dan konsumen;
b.
berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;
c.
meningkatnya kualitas sumber daya manusia serta meningkatnya penelitian dan
pengembangan di bidang perlindungan konsumen.
Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam pasal tersebut dengan jelas
dapat dilihat bahwa dalam hal ini pemerintah memegang peranan yang sangat
penting dalam penerapan penyelenggaraan Perlindungan Konsumen, adapun salah
satu cara yang ditempuh guna tegaknya perlindungan konsumen tersebut adalah
melalui Pengawasan.
Pengawasan adalah salah satu faktor yang memberi perlindungan kepada
konsumen atas peredaran barang dan/atau jasa di pasaran. Ketentuan Pasal
30 UUPK menyebutkan bahwa:
(1)
Pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen serta penerapan
ketentuan peraturan perundang-undangannya diselenggarakan oleh pemerintah,
masyarakat, dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat.
(2)
Pengawasan oleh pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh
Menteri dan/atau menteri teknis terkait.
(3)
Pengawasan oleh masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat
dilakukan terhadap barang dan/atau jasa yang beredar di pasar.
(4) Apabila
hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ternyata menyimpang dari
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan membahayakan konsumen, Menteri
dan/atau menteri teknis mengambil tindakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(5) Hasil
pengawasan yang diselenggarakan masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen
swadaya masyarakat dapat disebarluaskan kepada masyarakat dan dapat disampaikan
kepada Menteri dan menteri teknis.
(6)
Ketentuan pelaksanaan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Berdasarkan
bunyi ketentuan tersebut dapat dilihat bahwa
pada dasarnya Pengawasan dapat dilakukan oleh pemerintah maupun oleh
LPKSM danmasyarakat.
Dalam melaksanakan pengawasan, pihak pemerintah dalam hal ini berwenang
untuk melakukan pengawasan tersebut sejak proses produksi, penawaran,promosi,
pengiklanan dan cara menjual sampai barang dan/atau jasa tersebut beredar di
pasaran. Mengingat luasnya aspek pengawasan, dalam ketentuan tersebut, terutama
dalam ketentuan pasal 30 ayat (2) UUPK dapat dilihat bahwa dalam melaksanakan
pengawasan tersebut diperlukan adanya koordinasi atau kerja sama diantara para
stakeholder penyelenggara perlindungan konsumen, khususnya koordinasi diantara
sesama instansi terkait seperti Departemen Perdagangan, Departemen Kesehatan,
Departemen Pertanian, Departemen Perhubungan, Badan POM, dan beberapa
Departemen terkait lainnya. Adapun jenis pengawasan yang dilakukan oleh
pemerintah ini terdiri dari dua macam,yakni pengawasan berkala dan pengawasan
khusus.
Pengawasan dalam hal ini dapat pula dilakukan oleh masyarakat dan
Lembaga Non Pemerintah sebagaimana yang diamanatkan dalam UUPK. Adapun yang
menjadi kewenangan yang dimiliki oleh Masyarakat dan LPKSM dalam melaksanakan
pengawasan tersebut adalah berupa pengawasan terhadap barang dan jasa yang
sudah beredar di pasar, yang dalam hal ini berarti mengindikasikan bahwa
kewenangan pengawasannya tidak seluas pengawasan yang dilakukan oleh pihak
pemerintah. Pengawasan tersebut selain dilaksanakan atas penyelenggaraan
perlindungan konsumen serta penerapan peraturan perundang-undangan, juga
dilakukan terhadap barang dan/atau jasa yang beredar dipasaran.
Adapun yang
menjadi kriteria dalam melaksanakan pengawasan barang beredar dan jasa yang
beredar di pasar, adalah sebagai berikut:
a. .Aspek
keselamatan, Keamanan, Kesehatan dan Lingkungan (K3L) serta Moral Hazard;
b.
.Dikonsumsi dan/atau digunakan oleh masyarakat banyak;
c.
.Memiliki SNI atau persyaratan teknis lainnya;
d. Sudah
ada Labolatorium penguji;
e. .Sering
terjadi Pemalsuan, Penipuan, pengelabuan (kadar, purna jual, label dsb).
Berdasarkan
kriteria pengawasan tersebut, maka bentuk pengawasan terhadap barang yang
beredar dipasar dilakukan dengan cara penelitian, pengujian dan/atau survey.
Aspek yang diawasi meliputi pemuatan informasi tentang resiko penggunaan
barang, pemasangan dan kelengkapan info pada label /kemasan,pengiklanan dan
lain-lain, sebagaimana yang diisyaratkan oleh peraturan perundang-undangan dan
praktek perdagangan.
ditinjau dari kriteria aspek
pengawasan sebagaimana dan pengaturannya dalam ketentuan perundang-undangan di
Indonesia sebagaimana telah disebutkan diatas, maka dapat dilihat bahwa pada
dasarnya sampai saat ini belum terdapat suatu ketentuan yang secara tegas dan
khusus mengatur tentang ”Pengawasan terhadap peredaran produk halal”, oleh
karena itu maka pengawasan terhadap produk halal sampai saat ini merupakan
bagian dan menjadi bagian dari pengawasan pada umumnya. Mengingat belum adanya
suatu ketentuan dan badan khusus yang mengatur
tentang pengawasan terhadap produk halal, maka terhadap kegiatan
pengawasan tersebut masih berinduk dan berpayung pada ketentuan pasal 30 UUPK
yang mengatur tentang pengawasan. Dalam ketentuan pasal tersebut disebutkan
bahwa dalam melaksanakan pengawasan diperlukan adanya koordinasi diantara para
penyelenggara kegiatan pengawasan tersebut. Yakni koordinasi yang dilakukan
oleh pemerintah yang membawahi bidang-bidang terkait dengan masyarakat dan
LPKSM selaku pihak yang menyelenggarakan kegiatan pengawasan tersebut